Subulussalam — PT MSSB II kembali memulai aktivitas operasionalnya pada hari ini, Jumat (23/05), setelah sebelumnya sempat menghentikan sementara seluruh kegiatannya akibat dugaan pencemaran aliran Sungai Lae Muara Batu-Batu, Kecamatan Runding, Kota Subulussalam. Keputusan untuk kembali beroperasi diambil meskipun perusahaan belum sepenuhnya melengkapi dokumen perizinan yang disyaratkan oleh pemerintah, Jum’at (23/05/2025).
Dalam keterangan resminya, Humas PT MSSB II menyatakan bahwa operasional kembali dilakukan sembari menunggu surat keputusan dari Gubernur Aceh. “Untuk sementara waktu, PT MSSB II memulai kembali aktivitas operasionalnya per hari ini, sambil menunggu proses izin yang masih dalam tahap finalisasi di tingkat gubernur,” ujarnya kepada media.
Namun, kembalinya aktivitas perusahaan tersebut memicu pertanyaan dan keprihatinan dari masyarakat serta pemerhati lingkungan. Publik menilai langkah ini bertentangan dengan keputusan Pemerintah Kota Subulussalam yang sebelumnya telah meminta PT MSSB II untuk menghentikan semua operasionalnya hingga perizinan lengkap.
Dalam rapat bersama antara Pemko Subulussalam dan manajemen PT MSSB II yang digelar beberapa hari lalu, Wakil Wali Kota Subulussalam, M. Nasir, secara tegas menyatakan bahwa perusahaan tidak diperbolehkan beroperasi sebelum seluruh dokumen perizinan dipenuhi. Rapat tersebut juga dihadiri oleh pihak legislatif sebagai bentuk pengawasan bersama.
Namun anehnya, hanya dua hari setelah keputusan tersebut, perusahaan kembali melanjutkan aktivitasnya. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan warga. “Ada apa ini? Apakah dokumen perizinan sudah dilengkapi?” keluh salah satu warga.
Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), serta Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021, jelas bahwa setiap kegiatan usaha wajib memiliki persetujuan lingkungan sebelum mulai beroperasi. Persetujuan ini mencakup dokumen Amdal atau UKL-UPL yang menjadi dasar diterbitkannya izin lingkungan.
Lebih lanjut, Pasal 37 UU No. 32 Tahun 2009 menyatakan bahwa pejabat yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dokumen Amdal atau UKL-UPL dapat dikenai sanksi pidana hingga 3 tahun penjara dan denda sebesar 3 miliar rupiah.
“Undang-undang ini berlaku untuk semua warga negara, tanpa kecuali. Maka jika perusahaan tetap beroperasi tanpa izin lengkap, ini adalah bentuk pelecehan terhadap hukum dan terhadap marwah Pemerintah Kota Subulussalam,” tambah warga lainnya.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Pemerintah Kota Subulussalam mengenai langkah selanjutnya terhadap operasional PT MSSB II. Publik pun menanti ketegasan Pemko dalam menegakkan aturan, guna menjaga lingkungan dan menegakkan wibawa pemerintahan. [ER.K]