Aceh Utara — Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara menggelar tradisi puesijuk atau tepung tawar sebagai bentuk penghormatan dan doa keselamatan bagi calon jamaah haji yang akan berangkat ke Tanah Suci. Acara yang berlangsung khidmat ini digelar pada Selasa pagi 06/05/2025 di Aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Utara.
Acara puesijuk ini merupakan bagian dari pelestarian budaya Aceh yang masih sangat kental dalam kehidupan masyarakat, khususnya dalam menyambut momen-momen penting seperti keberangkatan ibadah haji. Tahun ini, sebanyak 45 orang pegawa dan Guru dari lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Utara dijadwalkan menunaikan ibadah haji tahun ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Utara, Jamaludin, S.Sos. M.Pd, dalam sambutannya menyampaikan rasa syukur dan kebanggaan atas keberangkatan para calon haji dari instansinya. Ia berharap ibadah yang dijalankan dapat berjalan lancar dan mendapat predikat haji mabrur.
“Kegiatan ini bukan hanya bentuk dukungan moril, tetapi juga bentuk penghormatan budaya yang telah lama diwariskan oleh nenek moyang kita. Puesijuk menjadi simbol doa dan harapan agar para jamaah diberikan kesehatan, keselamatan, dan kemudahan selama di Tanah Suci,” ujar Kadis.
Pelaksanaan puesijuk dipimpin oleh Waled Lapang, seorang tokoh agama terkemuka di Aceh Utara.
Para calon haji tampak haru dan bahagia menerima prosesi tersebut, didampingi keluarga dan rekan sejawat.
Salah satu calon jamaah haji yang enggan di sebutkan namanya mengaku terharu dengan perhatian yang diberikan oleh pihak dinas. Ia menyatakan kesiapan dirinya untuk menunaikan rukun Islam kelima dengan sepenuh hati dan berjanji akan mendoakan kebaikan bagi rekan-rekan yang ditinggalkan.
“Saya sangat tersentuh dengan acara ini. Semoga semua pegawai di sini juga diberi kesempatan untuk berhaji di masa mendatang,” ungkapnya.
Acara ditutup dengan doa bersama dan saling bersalaman sebagai tanda pamit dan doa restu. Tradisi seperti ini diharapkan dapat terus dipertahankan sebagai warisan budaya yang mempererat hubungan kekeluargaan di lingkungan kerja, serta memperkuat nilai-nilai religius dan sosial dalam masyarakat Aceh. [SIWAH]