Karimun/Kepri – Ketika jerat “jalur merah” Bea Cukai seharusnya menjadi momok bagi penyelundup, di Karimun, nampaknya aturan itu tak lebih dari sebatas tulisan.
Di tengah gembar-gembor pengetatan pengawasan, pemandangan mencengangkan justru tersaji pada Jumat, 18 Juli 2025.
Barang-barang menumpuk di Pelabuhan Atak, Pantai Pa Iman, Kelurahan Baran Barat, Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun, yang menurut pengakuan pekerja di lokasi, adalah milik seorang berinisial Along. Ini bukan sekadar pelanggaran biasa.
“Lampu merah” dalam istilah kepabeanan berarti pemeriksaan fisik yang ketat, memastikan setiap inci barang dan dokumen sesuai aturan. Namun, fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya.
Barang-barang dari luar dan dari Batam, yang dalam beberapa pekan terakhir disebut-sebut sulit masuk ke Karimun, kini justru bebas merangsek masuk melalui pelabuhan yang diduga kuat tak berizin.
Pertanyaan besar pun menyeruak: siapa yang bermain di balik layar? Sebesar apa pengaruh dan kekuasaan Along, seorang pemasok barang dari luar, sehingga aparat penegak hukum dan Bea Cukai seolah menutup mata? Keberaniannya menggunakan pelabuhan ilegal untuk melancarkan bisnis yang sarat dugaan ilegalitas ini sungguh mencoreng wajah penegakan hukum.
Upaya konfirmasi kepada M. Iqbal Reja, Kepala Seksi Penindakan dan Penyidikan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabeanan B Tanjung Balai Karimun, melalui WhatsApp, tak membuahkan hasil hingga berita ini dipublikasikan.
Keheningan dari pihak berwenang ini justru memicu spekulasi lebih jauh tentang adanya “restu” tak tertulis atau bahkan pembiaran sistematis terhadap praktik-praktik ilegal ini.
Masyarakat menuntut jawaban dan tindakan nyata. Bukan hanya sekadar retorika penindakan, tetapi sebuah gebrakan tegas yang mampu membongkar jaringan di balik “Along” dan praktik ilegalnya.
Bea Cukai ditagih janji untuk segera melakukan penindakan terhadap tumpukan barang yang diduga ilegal tersebut.
Lebih dari itu, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) wajib segera mengambil tindakan, menertibkan, dan menegakkan hukum bagi pelabuhan-pelabuhan yang beroperasi secara ilegal.
Jika “lampu merah” hanya menyala bagi sebagian orang, dan padam total di hadapan kekuasaan tertentu, maka jangan salahkan jika kepercayaan publik pada institusi penegak hukum semakin terkikis.
Karimun kini menanti bukti nyata, bukan lagi sekadar janji dan kebisuan.
[Tim Bersambung]