Karimun/Kepri – Aksi protes warga yang berunjuk rasa di Pengadilan Negeri (PN) dan Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Karimun pada Senin, 15 September 2025, merupakan ekspresi kekecewaan mendalam atas putusan pengadilan yang dianggap tidak adil.

Latar Belakang Protes: Warga RT 03/RW 03, Bukit Cincin, Kelurahan Sungai Raya, Kecamatan Meral, Kabupaten Karimun, menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap putusan perkara Nomor 19 Tahun 2024 yang dibacakan pada 4 Agustus 2025. Putusan tersebut memerintahkan warga untuk mengosongkan lahan sengketa dan menyerahkannya kepada pihak PT Karimun Sejahtera Properti (KSP). Selain itu, warga juga diwajibkan untuk membongkar bangunan serta tanaman yang ada di lahan tersebut dan membayar biaya perkara senilai Rp85.703.500.
Menurut Osmar Hutajulu, koordinator aksi, putusan majelis hakim dinilai mengabaikan fakta persidangan dan adanya dugaan keberpihakan. Warga merasa putusan tersebut seolah-olah menempatkan mereka, yang telah menduduki lahan selama lebih dari 30 tahun, sebagai mafia tanah.
Ia mempertanyakan legalitas surat-surat yang dijadikan dasar klaim oleh PT KSP, yang menurutnya tidak jelas, namun justru dianggap sah oleh majelis hakim.
Aksi dan Tuntutan Warga
Sebagai bentuk protes, warga tidak hanya berunjuk rasa, tetapi juga membawa karangan bunga yang bertuliskan pesan-pesan kritis di depan Kantor PN Karimun.
Salah satu pesan yang mencolok berbunyi, “Pengadilan Negeri Karimun diduga bukan lagi tempat mencari keadilan, tapi tempat pasar keputusan yang diperjual belikan.”
Tuntutan utama mereka adalah agar putusan dibatalkan dan keadilan ditegakkan.
Osmar Hutajulu menambahkan, mereka berencana melaporkan dugaan ketidakadilan ini ke lembaga yang lebih tinggi, yaitu Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA), untuk mengusut dugaan pelanggaran etik dan penyimpangan dalam proses peradilan.
Respons Pengadilan: Menanggapi aksi massa, pihak PN Karimun diwakili oleh Andre Napitupulu. Ia menyatakan bahwa aspirasi warga akan disampaikan kepada pimpinan pengadilan.
Andre menjelaskan bahwa sesuai dengan kode etik, hakim tidak dapat bertemu langsung dengan para pihak yang berperkara. Oleh karena itu, ia ditugaskan oleh Ketua PN Karimun untuk menerima keluhan masyarakat.
Andre juga menyarankan agar warga menempuh jalur hukum selanjutnya dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau. Menurutnya, pengadilan tingkat banding memiliki kewenangan untuk menguji kembali putusan yang telah dikeluarkan oleh PN Karimun. “Biarlah Pengadilan Tinggi yang menguji kembali putusan PN Karimun,” ujarnya.
Proses banding ini diharapkan menjadi jalan bagi warga untuk memperjuangkan hak-hak mereka di tingkat peradilan yang lebih tinggi.
[SAJIRUN, S]





































