Karimun/Kepri – Jumat, 27 Juni 2025. Langit Karimun membentang cerah menyambut 1 Muharram 1447 Hijriah, Tahun Baru Islam yang semestinya diliputi suka cita dan kekhusyukan.
Namun, di Perumahan Jasmine, suasana khidmat ini bercampur pilu dan keprihatinan mendalam.
Ratusan warga Muslim terpaksa menggelar sholat dan doa bersama bukan di masjid atau mushola, melainkan membentangkan sajadah di tengah ruas jalan perumahan mereka sendiri.
Sebuah pemandangan yang menyayat hati, menandai janji kosong pengembang yang telah menggantung selama lebih dari dua tahun.
Perayaan 1 Muharram adalah momen suci, refleksi hijrah Nabi Muhammad SAW yang sarat makna perjuangan dan perubahan ke arah yang lebih baik.
Namun, bagi keluarga di Perumahan Jasmine, momen ini justru menjadi pengingat pahit akan sebuah perjuangan yang belum usai:
Perjuangan mendapatkan hak dasar mereka atas fasilitas ibadah. Anak-Anak Haus Ngaji, Orang Tua Cemas Melepas
“Ini sudah masuk tahun ketiga kami sholat di jalan untuk acara besar seperti ini,” tutur seorang ibu warga Jasmine dengan nada getir. “Kami sangat prihatin.
Anak-anak di sini banyak yang semangat mau belajar mengaji, mau sholat berjamaah, tapi kami tidak punya tempat. Mau kemana lagi?”
Ketiadaan mushola ini bukan hanya soal ketidaknyamanan, melainkan juga menghambat pendidikan agama anak-anak. Mushola kampung terdekat memang ada, namun lokasinya yang jauh, gelap, dan berada di luar kompleks perumahan menjadi momok tersendiri.
“Malam hari itu gelap, dan jaraknya cukup jauh kalau untuk anak-anak kecil. Jujur, kami sebagai orang tua jadi punya rasa takut kalau harus melepas mereka sendirian ke mushola di luar,” tambah seorang ayah, menggambarkan dilema yang mereka hadapi setiap hari.
Padahal, dalam setiap proyek perumahan, penyediaan Fasilitas Umum (Fasum) dan Fasilitas Sosial (Fasos) adalah kewajiban mutlak bagi pengembang.
Tempat ibadah seperti mushola atau masjid, adalah salah satu elemen vital dari fasum yang harus dipenuhi, sebagaimana diatur dalam berbagai regulasi pembangunan perumahan. Ini adalah hak dasar para pembeli rumah yang telah mengeluarkan uang jerih payah mereka.
Pengembang Bungkam, Harapan Warga Menggantung
“Ini bukan janji sepele, ini soal kebutuhan spiritual dan pendidikan agama anak-anak kami.
Pengembang harusnya punya hati nurani,” tegas seorang bapak lainnya.
Upaya konfirmasi kepada pihak
Pengembang, melalui perwakilan bernama Agus, pada Jumat (27/06/2025) via WhatsApp, tidak membuahkan hasil. Hingga berita ini ditulis, pertanyaan terkait keluhan warga ini tidak mendapat tanggapan sama sekali.
Kesenjangan antara janji dan realitas ini bukan hanya mengikis kepercayaan warga terhadap pengembang, tetapi juga menimbulkan pertanyaan besar tentang pengawasan pemerintah daerah terhadap pemenuhan kewajiban pengembang perumahan.
Momen 1 Muharram seharusnya menjadi penanda semangat hijrah dan perbaikan.
Bagi warga Perumahan Jasmine, ‘hijrah’ yang paling mereka inginkan saat ini adalah hijrah dari beribadah di jalanan menuju mushola yang layak, sebagai pemenuhan hak mereka yang tak seharusnya diperjuangkan sekian lama. Publik menanti respons dan tindakan nyata dari pihak pengembang, serta perhatian serius dari pemerintah daerah.
[SAJIRUN, S]