KARIMUN – Praktik dugaan pungutan liar (pungli) berkedok “uang garansi” atau uang jaminan bagi calon pekerja yang hendak berangkat ke Malaysia melalui Pelabuhan Karimun semakin meresahkan.
Modus ini diduga melibatkan sejumlah agen dan oknum di pelabuhan, dengan membebankan biaya tidak resmi kepada para calon pekerja. Masyarakat meminta aparat penegak hukum (APH) seperti Polres dan Kejaksaan Negeri Karimun untuk segera menertibkan praktik ini.
Modus Operandi dan Keluhan Korban
Para calon pekerja yang biasanya menggunakan paspor pelancong untuk bekerja di Malaysia selama 24 hari, diwajibkan membayar uang garansi oleh para agen.
Besaran uang ini bervariasi, dari Rp 1.050.000 hingga Rp 1.200.000. Seorang calon pekerja yang tidak ingin namanya disebutkan mengaku telah menyerahkan uang sebesar Rp 1.200.000 kepada salah satu agen.
“Uang garansi ada bang, tadi saya diambil,” ungkapnya singkat. Hal ini membantah klaim salah seorang agen yang mengaku tidak pernah mengambil uang tersebut dan hanya memberangkatkan calon pekerja dari Karimun dan Selat Panjang.
Uang garansi ini sejatinya tidak memiliki dasar hukum dan tidak diatur dalam peraturan mana pun, sehingga praktik ini diduga kuat sebagai bentuk pungli.
Lemahnya Pengawasan Imigrasi
Sayangnya, praktik pungli ini seolah luput dari pengawasan pihak berwenang. Jamal, seorang petugas imigrasi di pelabuhan, menyatakan tidak ada pengawasan khusus terhadap para agen dan menampik adanya “uang garansi.”
Pernyataan ini sangat disayangkan, mengingat isu uang garansi bukan lagi rahasia umum. Seorang warga Karimun yang ditemui di warung kopi dekat pelabuhan mengungkapkan, “Kalau soal gerenti ini sudah lama berjalan, dulu saya sewaktu bekerja di Malaysia juga sering diambil gerenti. Ini sangat merugikan calon pekerja, sebaiknya garansi ini dihapuskan.”
Dugaan adanya kerja sama antara agen dan oknum petugas imigrasi pun mencuat, menambah keraguan masyarakat terhadap integritas pengawasan di pelabuhan. Saat dimintai konfirmasi terpisah, Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Tanjung Balai Karimun, Dwi Avandho Farid, sedang tidak berada di tempat dan belum memberikan tanggapan resmi.
Dengan terungkapnya praktik ini, APH diminta untuk segera bertindak tegas. Penertiban agen-agen nakal dan pengawasan ketat terhadap pelabuhan menjadi langkah mendesak untuk melindungi para calon pekerja dari pungutan liar yang merugikan. [SAJIRUN, S]





































