TEROR PECAHKAN KACA MOBIL WARTAWAN, IWO TUNTUT POLISI SIKAT PELAKU TANPA PANDANG BULU!
Subulussalam – Kebebasan pers di Kota Subulussalam kembali tercoreng. Sebuah aksi teror brutal dan pengecut membungkam kerja jurnalistik terjadi pada Jumat dini hari (17/10/2025), ketika orang tak dikenal (OTK) memecahkan kaca belakang mobil milik Sahbudin Padang, seorang wartawan yang vokal di wilayah tersebut.
Kendaraan korban dirusak saat terparkir aman di halaman rumahnya di Kampong Sikalondang, Kecamatan Simpang Kiri. Insiden memalukan ini adalah lonceng bahaya yang tak bisa diabaikan bagi demokrasi dan supremasi hukum.
Ikatan Wartawan Online (IWO) Subulussalam merespons dengan kecaman paling keras. Melalui Ketua Pelaksana Harian, Juliadi, IWO dengan lantang menyatakan bahwa aksi teror ini bukan sekadar tindakan vandalisme, melainkan ancaman serius dan terorganisir terhadap pilar keempat demokrasi.
1. Intimidasi Pengecut, Membunuh Etika Hukum
Juliadi menegaskan bahwa tindakan teror dengan merusak properti dan mengancam keselamatan jurnalis adalah metode pengecut dan primitif yang sama sekali tidak dibenarkan dalam negara hukum.
“Ini bukan lagi soal sengketa berita, ini adalah upaya pembungkaman brutal terhadap fungsi kontrol sosial pers,” tegas Juliadi, Sabtu (18/10/2025). “Terlepas dari apapun konten atau cara kerja rekan kami, jika ada pihak yang merasa keberatan, menempuh jalur Dewan Pers atau menyurati redaksi adalah MANDAT HUKUMNYA! Bukan dengan main hakim sendiri, apalagi dengan cara-cara intimidatif dan kriminal di malam hari!”
Pernyataan ini adalah tamparan keras bagi para pelaku dan pihak-pihak yang mencoba berlindung di balik kegelapan untuk membungkam kritik.
Pers adalah mata dan suara publik; menyerangnya sama saja dengan menyerang hak masyarakat untuk tahu.
2. Tuntutan Mutlak: Polisi Harus Ungkap Pelaku dan Aktor Intelektual
Korban telah melaporkan insiden ini ke pihak kepolisian Kota Subulussalam. Langkah ini didukung penuh oleh IWO yang kini mendesak aparat penegak hukum untuk tidak main-main.
“Kami mendukung penuh langkah korban yang telah membuat laporan resmi. Namun, dukungan saja tidak cukup. Kami TUNTUT aparat kepolisian bekerja secara profesional, tuntas, dan tanpa pandang bulu! Ini bukan kasus kaca pecah biasa.
Polisi wajib mengungkap siapa OTK ini, dan yang lebih penting, siapa aktor intelektual yang berdiri di belakang aksi teror ini!” gertak Juliadi.
IWO mengingatkan, pembiaran terhadap kasus teror jurnalis adalah preseden buruk yang secara sistematis akan meruntuhkan perlindungan terhadap kebebasan pers.
Tidak boleh ada satu pun jurnalis yang merasa pekerjaannya adalah pertaruhan nyawa atau keselamatan properti.
3. Jurnalisme Profesional: Benteng Terakhir Melawan Teror
Di tengah kecaman, IWO Subulussalam juga mengeluarkan imbauan internal yang tajam. Juliadi mengingatkan seluruh insan pers di Subulussalam agar menjadikan profesionalisme sebagai benteng utama.
“Kepada rekan-rekan pers, mari kita tetap tegak lurus pada Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ)! Kerja kita adalah kritik yang terstruktur dan terverifikasi.
Hasilkan karya jurnalistik yang berimbang, akurat, dan dapat dipercaya publik. Hanya dengan profesionalisme tinggi kita bisa melawan teror, karena kebenaran adalah senjata kita yang paling tajam,” ujarnya.
Penutupan pernyataan IWO adalah ultimatum: “Kami serahkan sepenuhnya penanganan kasus kriminal ini kepada pihak berwenang.
Tidak boleh ada pembiaran! Tindakan yang mengancam kebebasan pers dan keselamatan wartawan adalah kejahatan terhadap konstitusi.
Kami akan kawal kasus ini sampai keadilan ditegakkan dan pelaku serta otak teror ini diseret ke meja hijau!”
Aksi teror di Subulussalam ini adalah pengingat pahit bahwa perjuangan untuk kebebasan pers masih berlumuran risiko.
Kini, bola panas ada di tangan Kepolisian: membuktikan supremasi hukum atau membiarkan teror membungkam nurani pers. [ER.K]