Sumbawa Besar, oposisinews86.com, (19 November 2025),— Polemik “Panen Raya Emas” yang digelar Kapolda NTB dan Gubernur NTB di halaman Kantor Bupati Sumbawa pada Senin 17 November 2025 terus menyeret perhatian publik. Setelah kritik bertubi-tubi dari berbagai LSM, kini giliran Kepala Desa Batu Tering, Kecamatan Moyo Hulu Kabupaten Sumbawa, angkat bicara.
Dalam wawancara eksklusif melalui pesan WhatsApp, Rabu (19/11/2025), Kades Batu Tering membeberkan fakta-fakta penting terkait pembagian uang tunai dan klaim penyaluran Sisa Hasil Usaha (SHU) koperasi.
Menjawab pertanyaan redaksi, Kades Batu Tering memastikan dirinya hadir dalam kegiatan yang disebut sebagai “Panen Raya Emas”.
“Saya hadir Sebagai Kades Batu Tering,” tegasnya, memastikan kehadirannya bukan atas nama lembaga lain maupun kepentingan pribadi.
35 Warga Terima Tunai, Total 169 Warga Tercatat sebagai Penerima
Isu paling sensitif dalam acara tersebut adalah pembagian uang tunai. Sang Kades merinci bahwa Desa Batu Tering mendapatkan alokasi untuk 169 Kelompok Penerima Manfaat (KPM), khusus kategori desil 1–2 yang selama ini tercatat sebagai warga miskin.
Namun, dari ratusan KPM tersebut, hanya 35 orang yang menerima secara tunai di lokasi acara.
“35 orang KPM terima tunai dari 169 orang… Desa Batu Tering menerima sebagai wilayah penyangga dari IPR Koperasi SBL Kecamatan Lantung,”jelasnya.
Nominal Rp 1.150.000 per KPM, tapi Rp 150.000 “Dikonversi ke Barang”
Kades menyebut angka yang cukup mengejutkan: Rp 1.150.000 per penerima.
Namun, warga hanya menerima Rp 1.000.000 dalam bentuk uang tunai.
Sisanya, Rp 150.000 diklaim dikonversi menjadi barang, meski sang Kades mengakui tidak mengetahui jenis barang yang dimaksud.
“Yang diterima tunai Rp 1.000.000, dan sepertinya Rp 150.000 dikonversi dalam bentuk barang. Mohon maaf, jenis barang tidak lihat,”ungkapnya.
Jika dihitung secara keseluruhan, dana yang disebut diberikan untuk Desa Batu Tering mencapai Rp 194.350.000 (169 KPM × Rp 1.150.000).
Kades juga mengungkap bahwa sebelum acara, pihak desa pernah dipanggil dalam kegiatan sosialisasi oleh kepolisian.
“Kami diminta untuk mengajukan nama yang masuk desil 1 dan 2. Kami ajukan sesuai arahan tersebut,”bebernya.
Informasi ini menguatkan dugaan bahwa pembagian bantuan dalam acara “Panen Raya Emas” bukanlah mekanisme koperasi, namun digerakkan melalui instruksi aparat, menimbulkan pertanyaan publik terkait prosedur formal dan dasar regulasinya.
Ketika ditanya soal klaim 29 desa penerima SHU koperasi, sang Kades tidak menyebut tegas apakah nominal tersebut dikategorikan sebagai SHU.
Namun fakta bahwa uang diberikan dalam acara yang dipimpin Kapolda dan Gubernur kembali memunculkan tanda tanya besar:
Jika ini SHU koperasi, mengapa yang menyerahkan adalah pejabat negara, bukan pengurus koperasi?
Pertanyaan inilah yang kini ramai diperdebatkan di ruang publik.
Terkait keberadaan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Lantung yang selama ini menuai pro dan kontra, Kades Batu Tering memilih sikap hati-hati.
“Saya berhusnuzan bahwa IPR akan memberi manfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Kalaupun ada masalah, tapi tidak sebesar sebelum ada IPR,” tutupnya.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa sebagian pemerintah desa masih menggantungkan harapan pada IPR, meski di lapangan banyak persoalan sosial, lingkungan, hingga konflik regulatif yang terus mencuat.
Rilis terbaru dari Kades Batu Tering justru menambah daftar panjang kejanggalan acara “Panen Raya Emas”. Pertanyaan mendasar kini mencuat lebih keras:
Dari mana sebenarnya sumber anggaran pembagian uang tersebut?
Mengapa nilai Rp 150 ribu dikonversi ke barang tanpa transparansi jenis barang?
Jika ini SHU koperasi, mengapa Kapolda dan Gubernur yang menyerahkan?
Dan apakah benar masyarakat terdampak tambang menjadi prioritas utama?
Publik kini menunggu klarifikasi resmi dari pihak koperasi, Pemerintah Kabupaten Sumbawa, hingga aparat penegak hukum. (Af)




































