Sumbawa Besar, oposisinews86.com, (Senin 17 November 2025), — Pertemuan Kapolda NTB dengan sejumlah LSM di Kabupaten Sumbawa yang digelar di Caffe Olive pada Sabtu (15/11/2025) malam, kembali menyita perhatian publik. Alih-alih fokus pada tugas pokok dan fungsi kepolisian, forum tersebut justru memunculkan isu sensitif terkait Izin Pertambangan Rakyat (IPR) Lantung serta kabar pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dinilai tidak masuk akal.
Ketua LSM GEMPAR NTB, Rudini SP, dalam keterangannya kepada media ini, Senin (17/11), menegaskan bahwa kehadiran pihaknya dalam pertemuan tersebut hanya berdasarkan undangan lisan, bukan melalui undangan resmi. Karena itu, ia menilai arah pembahasan seharusnya tidak keluar dari koridor kewenangan Polri.

“Kalau bicara tupoksi Polri, kami tentu mendukung. Tapi ketika diskusi mulai melebar ke teknis IPR bahkan sampai isu SHU, kami mempertanyakan relevansinya. IPR itu domain ESDM, DLHK, dan pemerintah daerah,” tegas Rudini.
GEMPAR NTB menyoroti bahwa IPR Lantung seolah dipromosikan sebagai proyek yang telah berhasil, padahal sejumlah tahapan fundamental diduga belum dipenuhi. Beberapa catatan kritis yang disampaikan GEMPAR NTB antara lain:
• Belum ada AMDAL atau dokumen lingkungan pendukung, padahal merupakan syarat wajib sebelum kegiatan pertambangan dilakukan.
• Sosialisasi dan pemetaan sosial dinilai tidak pernah dilaksanakan secara memadai, termasuk analisis dampak lingkungan, sosial, ekonomi, dan kesehatan.
• Munculnya isu pembagian SHU, padahal kegiatan baru berjalan sekitar 2,5 bulan. Secara regulasi, SHU hanya bisa dibagikan setelah:
• Rapat Anggota Tahunan (RAT),
• audit keuangan independen,
• laporan pertanggungjawaban manajemen,
• serta verifikasi administrasi koperasi.
“Bagaimana mungkin baru dua setengah bulan sudah bicara pembagian SHU? Secara aturan itu mustahil. Ini jelas menimbulkan tanda tanya besar,” tegasnya.
Rudini menilai klaim keberhasilan IPR yang mencuat justru bertepatan dengan rencana kunjungan Menteri Koperasi dan UKM pada 17 November 2025. Hal ini, menurutnya, semakin menguatkan dugaan adanya upaya menggiring opini publik.
“Kami menolak sistem pembodohan publik ini. Tiba-tiba muncul isu bagi-bagi SHU, sementara tahapan dasar saja belum dipenuhi. Ini skenario apa, dan untuk kepentingan siapa?” ujarnya tajam.
Ia menyatakan bahwa memoles keberhasilan semu justru mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas yang wajib melekat dalam pengelolaan IPR dan koperasi.
GEMPAR NTB menegaskan bahwa pembahasan IPR tidak boleh dilakukan sepihak dan harus melalui forum resmi yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, di antaranya, Dinas ESDM NTB, Dinas Lingkungan Hidup, Pemkab Sumbawa, Akademisi, Kepala Teknisi Tambang (KTT) dan Masyarakat yang terdampak.
“Pembahasan IPR harus formal dan komprehensif. Tidak bisa dibahas dalam forum yang tidak menghadirkan stakeholder teknis,” tegasnya.
Rudini memastikan GEMPAR NTB akan terus mengawal proses IPR Lantung agar publik memperoleh informasi yang benar, bukan narasi yang didesain untuk membentuk citra tertentu.
“Jangan dipertontonkan seolah IPR ini sudah berhasil. Jika tahapan dasarnya saja belum beres, wajar publik bertanya, ada apa di balik semua ini?” tutupnya. (Af)





































