Karimun/Kepri – Belum kering benar aspal yang dihampar, keretakan sudah menjalari proyek miliaran rupiah di Badan Pengusahaan (BP) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Karimun. Dalam hitungan hari, jalan yang baru dibangun dari depan kantor Camat Meral menuju komplek perkantoran Bupati Karimun sudah pecah-pecah.

Publik mencium aroma tak sedap: dugaan pengerjaan asal jadi dan kualitas aspal yang “disunat”.
Di atas kertas, proyek ini tampak mentereng. Papan nama proyek mencantumkan paket pekerjaan: “Belanja Modal Pembangunan Sei Raya Meral ke Jalan Poros”. Nilai kontrak yang digelontorkan dari APBN 2025 pun tak main-main: Rp 8.876.985.000. Proyek ini dieksekusi oleh CV. Karimun Perkasa Raya sebagai kontraktor pelaksana, dan diawasi oleh CV. Armaco Konsultan.
Namun, ‘arsitektur’ pengawasan itu kini patut dipertanyakan. Fakta di lapangan menunjukkan hasil yang jauh panggang dari api.
Pantauan di lokasi mengungkap pemandangan yang ironis. Permukaan jalan yang seharusnya mulus kini dihiasi retakan-retakan prematur.
Ada dugaan kuat bahwa lapisan aspal yang dihampar terlalu tipis, jauh dari spesifikasi teknis yang seharusnya diwajibkan untuk proyek bernilai miliaran.
Kerusakan dini ini adalah indikator kuat adanya kegagalan konstruksi fundamental, yang diduga menjadi biang keladi antara lain akibat kualitas material di bawah standar, proses pemadatan yang tidak sempurna, dan lemahnya fungsi kontrol dari konsultan pengawas serta PPTK.
Upaya mendapatkan penjelasan teknis mengenai kegagalan konstruksi ini menabrak dinding tebal. Agus Susanto, Penata Kelola Jalan dan Jembatan Ahli Muda dari Dinas PUPR yang ditempatkan sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di BP Kawasan Karimun, memilih bungkam seribu bahasa.
Ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp mengenai penyebab pasti keretakan dan berapa spesifikasi ketebalan aspal yang seharusnya, Agus Susanto tidak memberi balasan.
Alih-alih mendapatkan jawaban, pejabat publik ini justru melakukan tindakan tak profesional:
memblokir nomor wartawan yang mengajukan pertanyaan.
Tindakan ini jelas mencederai prinsip transparansi dan akuntabilitas. Sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis proyek uang rakyat, Agus Susanto semestinya memberikan penjelasan, bukan lari dari tanggung jawab.
Sikap ini adalah bentuk arogansi dan upaya nyata menghalangi tugas jurnalistik yang berfungsi sebagai kontrol sosial dan dilindungi oleh Undang-Undang.
Keretakan di ruas jalan Meral-Kantor Bupati ternyata bukan anomali. Ini adalah sebuah pola. Laporan serupa muncul dari lokasi lain yang juga baru digarap oleh BP Kawasan Karimun. Ruas jalan di daerah Darusalam dilaporkan mengalami nasib serupa:
baru dibangun, sudah retak. Munculnya kerusakan di beberapa titik dengan pola yang identik menguatkan dugaan adanya masalah sistemik dalam pelaksanaan proyek infrastruktur di BP Karimimun, entah itu di level perencanaan, pelaksanaan, atau pengawasan.
Kondisi ini memantik reaksi keras dari masyarakat. H, salah seorang warga Karimun yang ditemui di seputaran Padimas, menyuarakan kegusarannya.
“Persoalan seperti ini harus diusut tuntas. Ini mempergunakan uang rakyat, uang kita semua, dan ini untuk kepentingan umum,” tegasnya.
Menurutnya, aparat penegak hukum, baik kejaksaan maupun kepolisian, harus segera turun tangan menginvestigasi proyek ini. “Kalau baru hitungan hari sudah hancur begini, jelas ada yang tidak beres.

Siapa yang bermain? Harus diperiksa semua, dari kontraktor, pengawas, sampai pejabat BP Kawasan-nya,” lanjut H.
Proyek Rp 8,8 miliar ini kini terhampar dengan cacat bawaan. Pertanyaannya, siapa yang akan bertanggung jawab atas aspal yang retak dan transparansi yang ikut terblokir ini?. [SAJIRUN, S]





































