Sumbawa Besar | NTB,– Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi III DPRD Kabupaten Sumbawa pada Kamis (8/5/2025) memanas. Bertempat di ruang rapat pimpinan DPRD, pertemuan ini membahas persoalan pelik seputar aktivitas pertambangan galian C yang dinilai belum sepenuhnya tertib administrasi dan berdampak sosial lingkungan terhadap masyarakat sekitar.
Rapat ini dipimpin oleh Ketua Komisi III, Syaifullah, S.Pd., M.M.Inov, didampingi anggota H. Rusdi dan Hasanuddin, SE. Hadir dalam pertemuan tersebut berbagai pihak, di antaranya Dinas Lingkungan Hidup (DLH), DPMPTSP, para camat dari enam kecamatan, Balai ESDM NTB dan Kabupaten Sumbawa, perwakilan Polres dan Kodim 1607 Sumbawa, serta sejumlah perusahaan tambang dan Koalisi LSM (ITK, LP2KP, LPRI, GARDA, dan Reformasi).
Dalam paparan awal, Komisi III DPRD mengungkap data bahwa terdapat 65 perusahaan yang memiliki NIB dengan KBLI 18109 (pertambangan batu, pasir dan tanah liat lainnya), dan 50 perusahaan dengan KBLI 18103 (pertambangan kerikil/sirtu). Namun, keberadaan dan operasional perusahaan-perusahaan tersebut belum seluruhnya tervalidasi di lapangan.
Komisi III menyepakati tiga poin penting hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) :
1.Pembentukan tim bersama stakeholder untuk pendataan faktual perusahaan tambang yang masih beroperasi di lapangan;
2.DLH diminta memastikan kelengkapan dokumen UKL-UPL serta mensosialisasikannya kepada masyarakat terdampak;
3.Dorongan kuat agar seluruh perusahaan memenuhi kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) sesuai ketentuan yang berlaku.

Vicktor, Ketua LSM Garda, menyuarakan sikap tegas Koalisi Lembaga. Ia menekankan pentingnya evaluasi ulang terhadap seluruh izin usaha tambang galian C, khususnya kelengkapan UKL-UPL yang merupakan dokumen wajib. Ia menyebut, legalitas yang jelas akan berkontribusi langsung terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kami ingin pengusaha tambang di Sumbawa legal dan tertib administrasi. Bila legalitas lengkap, otomatis ada kontribusi PAD bagi daerah,” tegas Vicktor.
Ia juga mengajak pemerintah daerah dan legislatif untuk bersama-sama melakukan evaluasi terhadap izin perusahaan yang mungkin sudah kadaluarsa dan tidak diperpanjang, sembari menegaskan bahwa pihaknya tidak menghakimi, tetapi mendorong keterbukaan dan penertiban izin.
Perwakilan lain dari Koalisi, Ade, menambahkan bahwa kehadiran perusahaan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) seharusnya diwajibkan, mengingat pentingnya transparansi data perizinan.
“Kami menantang pimpinan rapat untuk membuat keputusan konkret hari ini. Jangan biarkan Rapat Dengar Pendapat
(RDP) ini jadi ajang diskusi kosong. Harus ada berita acara, sidak lapangan, dan keterlibatan kami sebagai lembaga pengawas,” tegasnya.
Ade mengkritik absennya sebagian besar perusahaan tambang, terutama dari Kecamatan Plampang yang memiliki tiga titik tambang, namun hanya satu perwakilan yang hadir dalam rapat.

Saddam, Wakil Ketua ITK Koalisi Lembaga, juga menekankan bahwa perusahaan tambang wajib memberikan CSR kepada masyarakat. Ia menyebut, selama ini masyarakat kerap dibodohi karena tidak pernah mendapatkan manfaat CSR, padahal kewajiban tersebut diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
“Kami meminta segera dibentuk Pansus terkait persoalan ini dan kami siap terlibat dalam sidak-sidaknya,” ujar Saddam.
Dari unsur kepolisian, Kanit Tipiter Polres Sumbawa menyampaikan bahwa pihaknya masih dalam tahap awal pengawasan karena baru menjabat. Namun demikian, ia menyatakan komitmen untuk turun ke lapangan bersama stakeholder terkait.
“Kami akan lakukan pendataan dan pengawasan izin secara bersama-sama. Ini juga akan kami laporkan ke pimpinan,” jelasnya.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) ini menjadi momentum penting untuk memulai pembenahan sektor tambang galian C di Kabupaten Sumbawa. Dengan komitmen semua pihak, mulai dari legislatif, eksekutif, aparat penegak hukum hingga masyarakat sipil, diharapkan sektor ini dapat memberi kontribusi nyata bagi pembangunan daerah tanpa mengabaikan aspek lingkungan dan sosial. (Red)