Jakarta – Insiden pencabutan kartu liputan wartawan CNN Indonesia di Istana Kepresidenan akhir pekan lalu memantik reaksi keras dari kalangan pers.
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat menyatakan keprihatinan mendalam, menilai tindakan itu sebagai rem mendadak terhadap kemerdekaan pers yang dijamin konstitusi.
PWI menuntut klarifikasi resmi dan dialog segera dari Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden.
Pencabutan kartu liputan tersebut terjadi setelah wartawan CNN Indonesia mengajukan pertanyaan kepada Presiden Prabowo Subianto mengenai program unggulannya, Makan Bergizi Gratis (MBG), pada Sabtu (27/9). Sumber di internal PWI menyebut, Istana beralasan pertanyaan tersebut “di luar agenda” yang telah ditetapkan.
Namun, bagi Ketua Umum PWI Pusat, Akhmad Munir, alasan tersebut tidak dapat dibenarkan. Ia melihat ini sebagai upaya nyata menghalangi tugas jurnalistik dan sekaligus membatasi hak publik untuk mendapatkan informasi yang relevan dari pemegang kekuasaan.
Munir menegaskan, tugas wartawan bukan hanya menyampaikan informasi sesuai agenda resmi, melainkan menggali dan menanyakan isu-isu penting yang menjadi perhatian publik—dan program MBG adalah salah satunya.
Dalam keterangan resminya, Minggu (28/09/2025), PWI Pusat mengingatkan semua pihak, terutama aparatur negara di lingkungan Istana, mengenai landasan hukum yang melindungi kerja-kerja pers.
Munir secara eksplisit merujuk pada Pasal 28F UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Lebih lanjut, ia mengutip Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang secara tegas menyatakan kemerdekaan pers adalah hak asasi warga negara, bebas dari segala bentuk penyensoran atau pelarangan penyiaran.
PWI juga tak segan mengingatkan potensi jerat pidana bagi pihak yang mencoba menghalangi pekerjaan pers. Merujuk Pasal 18 ayat (1) UU Pers, Munir memperingatkan, setiap pihak yang dengan sengaja menghambat kemerdekaan pers dapat dikenai sanksi pidana penjara hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta.
“Menjaga kemerdekaan pers berarti menjaga demokrasi. Oleh karena itu, setiap bentuk pembatasan yang bertentangan dengan konstitusi dan UU Pers harus dihentikan,” tegas Munir.
Pencabutan kartu liputan ini dinilai PWI sebagai preseden buruk di era pemerintahan yang baru berjalan, berpotensi menciptakan iklim ketakutan bagi jurnalis untuk melontarkan pertanyaan kritis.
PWI mendorong Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden untuk segera menjelaskan secara transparan mengapa kebijakan pencabutan kartu liputan ini diambil dan membuka kembali ruang komunikasi yang sehat dengan perwakilan organisasi pers.
Sikap PWI ini menggarisbawahi pentingnya independensi pers sebagai pilar utama demokrasi.
Pembatasan akses, apalagi hanya karena pertanyaan dinilai “di luar agenda,” dianggap PWI sebagai langkah mundur yang merusak tata kelola informasi yang sehat antara pemerintah dan publik. []