Lhokseumawe – Setiap hari adalah pertaruhan nyawa bagi pengguna Jalan Nasional di Lhokseumawe. Ruas vital Banda Aceh – Medan kini bukan lagi jalur transportasi, melainkan ladang ranjau lubang menganga yang tak terhitung jumlahnya.
Dari Blang Panyang hingga Simpang Kandang, kondisi jalan mencapai titik terparah, namun Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Aceh, khususnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)-nya, seolah membisu dan membangkang.
“Ini bukan lagi sekadar jalan rusak, ini neraka!” teriak seorang warga Lhokseumawe yang geram, Sabtu (21/6/2025). “Kami bayar pajak, tapi apa yang kami dapat? Kubangan! Mobil dan motor kami hancur, nyawa kami terancam. Mana tanggung jawab PPK Balai Jalan Nasional Aceh itu? Mereka buta atau tuli?!”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kekesalan masyarakat kian membara mengingat status jalan ini sebagai jalur nasional di bawah tanggung jawab langsung Kementerian PUPR. Namun, PPK BPJN Aceh, Isnanda, justru memilih ‘bungkam seribu bahasa’.
Upaya konfirmasi media melalui pesan WhatsApp dan telepon berkali-kali hanya berujung pada keheningan, menguatkan dugaan adanya ketidaktransparanan dan pengabaian masif terhadap penderitaan rakyat.
“Mereka duduk manis di kantor ber-AC, sementara kami harus bergelut dengan maut di jalanan. Ini pembiaran kriminal!” tegas warga lain.
Ia mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan secara gamblang mengamanatkan negara untuk menyediakan jalan yang layak dan aman. “Jika mereka lalai, itu berarti negara telah mengkhianati hak dasar rakyatnya!”
Kerusakan jalan yang dibiarkan terus-menerus ini bukan hanya soal kerugian materiil, tapi juga potensi ‘pembunuhan’ massal melalui kecelakaan.
Masyarakat Lhokseumawe kini secara terang-terangan mendesak Presiden Prabowo Subianto dan Menteri PUPR untuk segera turun tangan.
“Presiden Prabowo harus lihat ini! Menteri PUPR harus bertindak tegas! Copot pejabat-pejabat di BPJN Aceh yang gagal bekerja! Jangan biarkan urat nadi ekonomi dan mobilitas kami lumpuh dan terus menelan korban!” tuntut masyarakat dengan nada tinggi, menyuarakan kemarahan yang sudah di ubun-ubun.
Situasi ini menuntut respons cepat dan konkret dari pemerintah pusat. Jika tidak, krisis infrastruktur di Lhokseumawe akan terus memakan korban dan menjadi bukti nyata kegagalan negara dalam melindungi warganya. [Siwa Rimba]