Karimun/Kepri – Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Karimun kembali menjadi sorotan tajam. Berdasarkan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2023, alokasi perjalanan dinas Bapenda tercatat mencapai angka fantastis: Rp2,3 miliar.
Angka yang dinilai ugal-ugalan ini memicu desakan keras dari masyarakat dan pers agar Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan melakukan audit investigasi.
Tuntutan pengusutan ini mengemuka seiring minimnya transparansi mengenai efektivitas dan justifikasi pengeluaran dana sebesar itu.
Tanda tanya besar membayangi: ke mana saja dinas ini bepergian, apa hasil konkret yang dibawa pulang, dan mengapa anggaran untuk mobilitas kantor terkesan di luar nalar publik?.
Sandiwara Angka di Ambang Miliaran
Dalam kerangka APBD 2023, struktur pengeluaran Bapenda Kabupaten Karimun menyajikan detail yang mengundang kecurigaan.
Salah satu mata anggaran yang paling menonjol adalah pos Perjalanan Dinas Dalam Negeri dengan nilai persis Rp999.652.000. Angka ini hanya selisih tipis dari batas psikologis Rp1 miliar, sebuah pola yang sering diwaspadai sebagai upaya menghindari pengawasan lebih ketat.
– Total Anggaran Perjalanan Dinas: Rp2.300.000.000
– Item Janggal: Belanja Perjalanan Dinas Dalam Negeri sebesar Rp999.652.000.
– Nomor Rekening Belanja: 01/2.06/09/5/1/02/04/01.
Penyusunan anggaran yang terkesan ‘bermain di tepi jurang’ ini menguatkan dugaan adanya mark-up atau penyelewengan dalam pertanggungjawaban kegiatan.
APH diminta mengurai secara detail setiap surat perintah perjalanan dinas (SPPD), tiket, dan bukti pengeluaran, untuk memastikan bahwa perjalanan yang diklaim tidak fiktif atau telah dibelanjakan melebihi standar wajar.
Dinding Arogan di Pintu Konfirmasi
Alih-alih menyajikan klarifikasi yang memuaskan atas penggunaan uang rakyat, upaya konfirmasi yang dilakukan wartawan di Kantor Bapenda Kabupaten Karimun justru disambut dengan sikap yang intimidatif dan anti-kritik dari jajaran pejabat.
Kepala Bapenda, Kamarulazi, disebut menolak memberikan jawaban yang transparan.
Saat jurnalis mencoba menjalankan fungsi kontrolnya sesuai amanat Undang-Undang, salah satu pejabat justru melontarkan respons bernada tinggi dan gertakan, sebuah sikap yang jauh dari etika pelayanan publik.
“Kami di sini sudah biasa menerima surat seperti ini,” ujar pejabat tersebut dengan nada jumawa, seolah-olah menganggap permintaan informasi publik dan kritik adalah gangguan rutin, bukan bagian dari tuntutan transparansi.
Sikap alergi terhadap konfirmasi ini menjadi ironi tajam. Pejabat publik, yang gajinya dibayar dari pajak dan retribusi rakyat, seharusnya menjadi garda terdepan dalam akuntabilitas, bukan membangun tembok keangkuhan di hadapan pers yang berupaya menjaga kedaulatan informasi.
Risiko Hukum dan Ancaman Pidana
Apabila audit oleh APH membuktikan adanya penyimpangan dalam penggunaan anggaran perjalanan dinas Bapenda Karimun, sejumlah jerat hukum siap menanti.
Dugaan mark-up bukan lagi kasus administrasi, melainkan sinyal kuat adanya potensi tindak pidana:
Undang-Undang (UU), Pasal Terkait, Potensi Tindak Pidana.
Undang – Undang Tipikor (No. 31/1999 jo. No. 20/2001) | Pasal 2 & 3 | Penyalahgunaan wewenang, kerugian negara, dan memperkaya diri atau orang lain.
Ancaman: 4 hingga 20 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
KUHP | Pasal 263 | Pemalsuan dokumen, jika ditemukan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) fiktif atau laporan kegiatan palsu.
Undang – Undang Pers (No. 40 Tahun 1999), Pasal 18, Menghalangi kerja jurnalistik dan upaya memperoleh informasi publik.
Ancaman: Pidana maksimal 2 tahun atau denda Rp500 juta.
Undang – Undang KIP (No. 14 Tahun 2008) | Sanksi Administratif | Menolak memberikan informasi publik yang dikecualikan.
Temuan data dan konfirmasi ini telah disiapkan untuk segera dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Karimun.
Kejaksaan memiliki mandat untuk mengusut dugaan penyalahgunaan dana negara dan mengurai benang kusut di balik angka miliaran yang terkesan ‘diobral’ untuk perjalanan dinas.
Pengawasan oleh APH diharapkan dapat mengakhiri budaya penggunaan anggaran yang sembrono dan sikap pejabat yang anti-transparansi di Bumi Berazam. [KW/SAJIRUN, S]