Tulungagung/Jatim – Pemerintah Kabupaten Tulungagung baru-baru ini mendapat panggilan “khusus” dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia.
Bukan sekadar kunjungan biasa, seluruh jajaran pucuk pimpinan Pemkab Tulungagung, mulai dari Bupati H. Gatut Sunu Wibowo, Wakil Bupati H. Ahmad Baharudin, pimpinan DPRD, Sekretaris Daerah, hingga seluruh Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), harus ‘menghadap’ ke Gedung KPK di Jakarta pada Selasa, 1 Juli 2025.
Panggilan ini merupakan tindak lanjut serius dari Rapat Koordinasi Kepala Daerah yang digelar di Yogyakarta Maret lalu. Bertempat di Ruang Rapat Bhinneka Tunggal Ika, Lantai 16 Gedung KPK, rakor ini menjelma menjadi forum “kulit-menguliti” tata kelola pemerintahan daerah.
Di hadapan tim KPK, Bupati Gatut Sunu Wibowo memaparkan secara rinci perkembangan 10 proyek strategis daerah tahun 2025, hasil evaluasi proyek strategis tahun 2024 yang krusial, serta laporan pengelolaan dana hibah, bantuan sosial, dan pokok-pokok pikiran DPRD yang kerap menjadi area rawan korupsi.
Namun, pengawasan KPK tidak berhenti di situ. Lembaga antirasuah ini juga turut mengulas mekanisme pengangkatan dan mutasi ASN yang seringkali menjadi sorotan publik, efisiensi anggaran perjalanan dinas, hingga optimalisasi pendapatan asli daerah (PAD) melalui pajak dan retribusi – sektor-sektor vital yang sangat rentan terhadap praktik penyimpangan.
“Pemaparan kami mendapat respons positif dari tim KPK. Ini menunjukkan keseriusan kami dalam membangun pemerintahan yang bersih dan transparan,” ujar Bupati Gatut usai rakor, mencoba menenangkan atmosfer yang panas.
Di sisi lain, Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah III KPK, Ely Kusumastuti, dengan tegas menyoroti peran strategis IPKD MCSP (Indeks Pencegahan Korupsi Daerah Monitoring Controlling Surveillance for Prevention).
Menurutnya, IPKD MCSP adalah senjata ampuh untuk mengawasi kinerja pemerintah daerah secara real time.
“Dengan IPKD MCSP, kami dapat mengidentifikasi celah rawan korupsi, memperbaiki sistem, serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas publik di berbagai sektor,” tegas Ely, memberikan sinyal jelas bahwa pengawasan KPK akan semakin ketat dan terukur.
Rakor ini menjadi momentum krusial bagi Kabupaten Tulungagung. Di tengah sorotan tajam publik dan pengawasan ketat lembaga antirasuah, Pemkab Tulungagung kini dihadapkan pada tugas berat: membenahi sistem dari hulu ke hilir.
Mampukah Tulungagung membuktikan komitmennya untuk menjadi pemerintahan yang benar-benar bersih, ataukah panggilan KPK ini hanya permulaan dari babak baru dalam pemberantasan korupsi di daerah tersebut? Masyarakat Tulungagung menanti bukti nyata, bukan sekadar janji. [Hartanto]




































