SUBULUSSALAM – Sebuah borok besar dalam tata kelola keuangan desa di Kota Subulussalam terkuak! Tiga laporan masyarakat terkait dugaan penyimpangan fantastis dalam pengelolaan Anggaran Dana Desa (ADD) tak bergeming, alias “mangkrak” di Inspektorat setempat.
Hingga pertengahan Juni 2025, lembaga pengawas internal pemerintah (APIP) ini seolah tutup mata terhadap laporan yang membeberkan dugaan korupsi, memicu kemarahan dan kekecewaan warga yang mulai kehilangan kepercayaan pada sistem.
Dua dari tiga laporan yang tak disentuh itu mencuat dari Desa Bukit Alim, Kecamatan Longkib (Februari 2025) dan Desa Buluh Dori, Kecamatan Simpang Kiri (Mei 2025). Yang lebih parah, satu laporan mengenai raibnya aset Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Belegen Mulia di Kecamatan Simpang Kiri, bahkan sudah mengendap sejak tahun 2024! Ini bukan lagi soal lambat, tapi indikasi kuat adanya pembiaran.
Saat dikonfirmasi pada Jumat, 13 Juni 2025, Inspektur Inspektorat Kota Subulussalam, Sarifuddin, memilih bungkam. Bukannya memberikan penjelasan, ia malah melempar tanggung jawab dengan singkat, “Ke Inspektur yang baru saja nanti.”
Jawaban ini bukan saja arogan, tetapi juga semakin memperkuat dugaan adanya permainan di balik layar. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa setiap laporan masyarakat yang masuk ke Inspektorat harus mendapat disposisi dari Wali Kota Subulussalam sebelum bisa diaudit. Prosedur kuno dan berbelit ini dicurigai menjadi lubang hitam yang membuat proses audit mandek, membenamkan laporan masyarakat dalam tumpukan birokrasi.
Pertanyaannya, apakah ini memang prosedur, atau senjata ampuh untuk membungkam kebenaran?
Salah satu laporan yang paling menyengat berasal dari Desa Bukit Alim.
Pada 9 Mei 2025, perwakilan masyarakat bersama Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Musdin, secara resmi menuntut audit khusus terhadap pengelolaan dana desa tahun anggaran 2024 dan 2025. Namun, hingga kini, audit tak kunjung tiba.
Musdin tak segan mengungkap sederet kejanggalan mencurigakan: proyek fisik dana desa tahun 2024 yang molor hingga 2025, seharusnya sudah dicatat sebagai Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) dan masuk perencanaan baru; Laporan Keterangan Penyelenggaraan Pemerintahan Kampong (LKPPK) yang tak kunjung disampaikan, sebuah indikasi kuat ada yang disembunyikan; serta ketiadaan salinan APBDes 2024 untuk BPD, padahal sudah diminta berkali-kali, ini jelas pelanggaran fatal terhadap prinsip transparansi.
“Kami menduga ada upaya menutupi sesuatu. Karena itu, kami meminta APIP segera melakukan audit terhadap sejumlah proyek infrastruktur seperti pembangunan pagar kantor desa, drainase, lapangan bola, ruko desa, mushalla, dan lainnya,” tegas Musdin dengan nada geram.
Warga juga menyoroti pembangunan kolam wisata yang menelan anggaran lebih dari Rp197 juta serta sejumlah proyek pengadaan barang dan jasa lain yang sangat tidak jelas sumber dan alokasinya.
Dalam laporannya, masyarakat mendesak audit menyeluruh terhadap seluruh tahapan, mulai dari perencanaan hingga legalitas qanun desa. Ironisnya, Khairul Zaman dari Inspektorat yang menerima laporan bersama Inspektur Pembantu Wilayah II, Amrin Cibro, hanya bisa berkelit: “Kami harus menunggu perintah dari wali kota untuk bisa turun.” Sebuah jawaban yang membuat geram dan seolah melegalkan lambatnya penanganan dugaan korupsi.
Musdin tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Prosedur yang panjang dan berbelit-belit ini, menurutnya, telah membuat masyarakat jenuh dan muak, serta kehilangan kepercayaan terhadap lembaga pengawasan internal.
Ia bahkan mengungkap adanya kebingungan fatal di masyarakat akibat perbedaan keterangan Sekretaris Desa dan Kepala Desa terkait sumber dana pembangunan drainase. “Sekretaris bilang dari dana pengembalian pembangunan kolam, sementara keuchik menyebut dari dana aspirasi pribadi. Ini membingungkan,” kata Musdin.
Masyarakat Desa Bukit Alim kini geram dan tak sabar. Mereka khawatir jika persoalan ini terus dibiarkan tanpa kejelasan dan ketegasan, kampung mereka akan semakin terpuruk dalam kubangan korupsi. Dalam laporan resminya, mereka memberikan ultimatum keras: jika Inspektorat tak juga bergerak, mereka tak akan ragu untuk melimpahkan persoalan ini langsung ke aparat penegak hukum (APH).
Ini adalah peringatan serius bagi Inspektorat dan Pemerintah Kota Subulussalam. Jika mereka terus membungkam dan membiarkan laporan-laporan ini mengendap, jangan salahkan masyarakat jika badai hukum akan menerpa! [ER.K]