KARIMUN, KEPRI — Kebijakan Anggaran Pemerintah Kabupaten Karimun tahun 2025 menuai pertanyaan dari masyarakat.
Data menunjukkan alokasi dana yang signifikan untuk instansi vertikal seperti Kejaksaan Negeri dan Kepolisian, sementara sejumlah persoalan di tingkat daerah yang bersentuhan langsung dengan masyarakat masih belum teratasi.

Alokasi ini menimbulkan asumsi bahwa Pemkab Karimun lebih memprioritaskan instansi vertikal ketimbang pembangunan infrastruktur daerah yang mendesak, seperti perbaikan kantor lurah dan camat, penyelesaian tunda bayar, dan pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) tahap pertama tahun 2025.
Proyek Berulang di Kejaksaan: Ada Apa?
Alokasi dana untuk Kejaksaan Negeri Karimun menjadi sorotan khusus. Sejak tahun 2023, Kejaksaan hampir setiap tahun mendapatkan proyek pembangunan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dengan nilai fantastis.
Tahun 2023: Pembangunan gudang barang bukti dengan anggaran sekitar Rp 1,7 miliar.
Tahun 2024: Pembangunan mess kejaksaan dengan anggaran sekitar Rp 1,4 miliar.
Tahun 2025: Belanja peningkatan sarana dan prasarana kantor kejaksaan sebesar Rp 3 miliar.
Pola ini menimbulkan dugaan adanya “proyek langganan” yang memicu pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan APBD.
Pertanyaan yang Belum Terjawab
Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUPR Karimun, Surya Permana, dan Bupati Karimun, Ing Iskandarsyah, belum memberikan respons terkait isu ini.
Sikap diam dari pihak-pihak terkait semakin memperkuat kecurigaan publik mengenai adanya kepentingan tersembunyi.
Informasi yang beredar di lapangan menyebutkan bahwa proyek-proyek ini dikerjakan oleh kontraktor “papan atas” yang memiliki koneksi kuat hingga tingkat Kejaksaan Tinggi (Kejati).
Hal ini seolah-olah menjadi alasan di balik minimnya proses hukum terhadap proyek-proyek jalan yang seringkali bermasalah dan cepat rusak, seperti yang sering diberitakan sebelumnya.
Logika yang Terabaikan. Masyarakat mempertanyakan logika di balik kebijakan anggaran ini.
Mengapa dana miliaran rupiah dikucurkan untuk pembangunan instansi vertikal yang notabene memiliki anggaran sendiri dari pemerintah pusat, sementara kebutuhan dasar di tingkat pemerintahan daerah yang langsung melayani masyarakat, seperti perbaikan kantor kelurahan dan desa, justru terabaikan?

Kondisi ini tidak hanya menimbulkan ketidakpuasan, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah. Jika masalah fundamental di tingkat bawah tidak tersentuh, bagaimana pembangunan yang berkelanjutan dan merata dapat terwujud di Kabupaten Karimun?
Pemerintah daerah dituntut untuk lebih peka dan transparan dalam menentukan prioritas pembangunan yang benar-benar menyentuh langsung kebutuhan rakyat. [SAJIRUN, S]





































