KARIMUN – Di tengah kondisi keuangan yang kian mencekam, Pemerintah Kabupaten Karimun, melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), justru menuai sorotan tajam.
Proyek-proyek infrastruktur dengan nilai miliaran rupiah terus mengalir ke instansi vertikal, yaitu Kejaksaan Negeri Karimun dan Polres Karimun. Alokasi anggaran ini menimbulkan pertanyaan mendalam, terutama ketika kas daerah mengalami defisit parah dan gaji pegawai tertunggak.

Kondisi keuangan Pemda Karimun, yang sempat digadang-gadang membaik, kini berada di ambang kritis. Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada awal 2025 gagal tercapai, dipicu oleh habisnya izin operasi perusahaan tambang granit yang selama ini menjadi andalan. Ditambah lagi, dana transfer dari pemerintah pusat juga mengalami penurunan.
Akibatnya, defisit anggaran membengkak, mencapai puncaknya pada 2024 dengan utang yang menembus angka Rp173 miliar. Kekhawatiran akan potensi pailit pun kini menjadi isu yang tak terhindarkan di kalangan birokrat dan masyarakat.
Namun, di tengah situasi yang genting ini, Dinas PUPR Karimun terlihat melanjutkan “tradisi” tahunan mereka. Alih-alih memprioritaskan pembayaran utang atau honorarium pegawai yang macet, anggaran yang cukup besar dialihkan untuk proyek-proyek di instansi vertikal. Dua proyek yang paling menonjol di tahun 2025 adalah:
* Proyek Peningkatan Sarana dan Prasarana Kantor Kejaksaan Negeri Karimun: senilai lebih dari Rp3 miliar.
* Proyek Revitalisasi Asrama Polisi Kapling: senilai hampir Rp5,73 miliar.
Pola Berulang dan Hubungan Istimewa
Pemberian proyek kepada instansi vertikal bukanlah hal baru di Karimun. Kejaksaan Negeri Karimun, misalnya, tercatat sebagai penerima proyek PUPR hampir setiap tahun. Pada 2023, Kejaksaan mendapatkan proyek pembangunan gudang barang bukti senilai sekitar Rp1,7 miliar, diikuti oleh pembangunan mess kejaksaan senilai Rp1,4 miliar pada 2024.
Dan pada 2025, angka alokasi meningkat drastis dengan proyek peningkatan sarana dan prasarana kantor. Pola berulang ini menimbulkan spekulasi dan pertanyaan, apakah proyek-proyek tersebut murni berdasarkan kebutuhan mendesak ataukah ada motif lain di baliknya?
Seorang sumber terpercaya, yang meminta identitasnya dirahasiakan, membocorkan informasi yang semakin memperkeruh situasi. Menurut sumber tersebut, kedua proyek besar untuk Kejaksaan dan Polres pada 2025 ini dimenangkan dan dikerjakan oleh kontraktor-kontraktor “papan atas”.
Kontraktor-kontraktor ini, kata sumber itu, memiliki kedekatan dengan para petinggi di Karimun dan Provinsi Kepulauan Riau, serta dikabarkan juga memiliki hubungan erat dengan para petinggi di instansi vertikal penerima proyek.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Karimun belum dapat dimintai konfirmasi. Ketiadaan penjelasan resmi dari pihak terkait hanya menambah kabut misteri di balik alokasi anggaran yang kontroversial ini.
Pertanyaan yang Belum Terjawab
Alokasi anggaran yang tak biasa ini memunculkan setidaknya tiga pertanyaan fundamental yang layak dijawab:
* Apakah Pemda Karimun memiliki prioritas yang tepat dalam mengelola keuangan daerah, di mana belanja modal untuk instansi vertikal lebih diutamakan daripada menyehatkan keuangan internal dan menyelesaikan utang?
* Apakah ada tujuan tertentu yang melatarbelakangi pengalokasian proyek secara berulang kepada instansi-instansi penegak hukum?
* Sejauh mana integritas proses lelang dapat dipertanggungjawabkan, mengingat adanya dugaan kedekatan antara kontraktor pemenang dengan petinggi daerah dan instansi terkait?
Jika proyek-proyek ini memang sangat dibutuhkan, seharusnya alokasi anggaran dapat dijelaskan secara transparan kepada publik. Namun, hingga saat ini, masyarakat hanya bisa menerka-nerka di balik proyek-proyek mercusuar yang dibangun di atas fondasi keuangan yang rapuh. [SAJIRUN, S]





































