Lhokseumawe — Dugaan praktik permainan harga dan penyelewengan distribusi elpiji subsidi kembali menyeruak di Kota Lhokseumawe. Pangkalan gas UD Harum Manis di Keude Cunda, Kecamatan Muara Dua, disebut-sebut menjual elpiji tiga kilogram jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Di pangkalan yang dikelola seorang pria berinisial AS itu, harga gas melon disebut mencapai Rp 20 ribu per tabung.
Bagi warga kecil, selisih harga yang tampak sepele itu sesungguhnya pukulan yang terasa di dapur. “Kami sangat menderita. Harusnya pangkalan menjual sesuai HET. Tapi di sini harga seenaknya,” kata seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan. Ia menyebut kenaikan harga itu seakan menjadi “aturan baru” tanpa ada penjelasan.
Namun keresahan warga tak berhenti di persoalan harga. Mereka mulai mempertanyakan pola distribusi yang dianggap janggal. Warga berkali-kali mendapati truk pengangkut elpiji menurunkan puluhan tabung di pangkalan tersebut, tetapi hanya berselang beberapa menit kemudian stok dinyatakan habis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Aneh. Gas baru masuk, tapi begitu kami datang langsung dibilang habis. Seolah-olah gas itu menghilang seketika,” ujar sumber tersebut. Warga semakin curiga bahwa tabung elpiji diduga disalurkan ke pihak tertentu dalam jumlah besar dengan harga lebih tinggi.
Beberapa warga lain yang ditemui di lokasi mengisahkan pengalaman serupa. Mereka merasa ada pola yang berulang: Tanpa papan informasisaat stock ada dan habis, tanpa daftar penerima, tanpa transparansi.
“Kami masyarakat biasa tak pernah tahu berapa stok yang masuk. Semua tertutup. Yang kami lihat hanya sisa amarah karena pulang dengan tangan kosong,” kata salah seorang ibu rumah tangga yang ditemui di depan pangkalan.
Warga semakin yakin bahwa mereka hanya menjadi penonton dalam mata rantai distribusi elpiji yang seharusnya berpihak kepada mereka. Sementara pangkalan, menurut dugaan warga, mengatur aliran barang bersubsidi itu ke berbagai jalur yang sulit mereka akses.
Masyarakat mendesak Disperindag Lhokseumawe dan aparat penegak hukum—baik kepolisian maupun pengawas migas—melakukan investigasi menyeluruh. Tak hanya sidak sesaat, tetapi audit distribusi, pemeriksaan dokumen penyaluran, hingga menelisik rantai pasok pangkalan.
“Kami meminta pemerintah dan aparat menindak tegas pangkalan yang nakal. Jangan biarkan permainan ini berlangsung terus. Gas bersubsidi itu hak masyarakat kecil, bukan komoditas untuk dipermainkan,” kata warga lain.
Upaya konfirmasi kepada pengelola pangkalan, Senin 24/11/2025, tidak berjalan mulus. Nomor wartawan yang mencoba menghubungi AS justru diblokir. Wartawan kemudian mengirim pesan dari nomor lain. Melalui WhatsApp, AS mengaku kesehatannya sedang menurun.
“Maaf adek, bapak baru pulang cek tensi darah. Tensi tinggi, umur bapak sudah 72. Kondisi bapak belum stabil,” tulisnya.
Namun pada pesan berikutnya, AS menegaskan bahwa informasi terkait penjualan gas di atas HET tidak benar. “Maaf, berita itu tidak benar. Bapak sekarang ada di Dayah Yapena Batuphat mengajar santri,” balasnya. (SR)





































