Aceh Utara Kaya Gas, Tapi Warganya Hidup dalam Kelangkaan

Siwah Rimba

- Redaksi

Selasa, 18 November 2025 - 10:57 WIB

5027 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Opini: Oleh Siwa Rimba

Di Aceh Utara, ironi bukan sekadar cerita—ia menjadi kenyataan sehari-hari. Di daerah yang sejak dekade 1970-an dibanggakan sebagai ladang gas raksasa, tabung elpiji 3 kilogram justru menjadi barang langka yang diburu seperti komoditas mewah. Setiap pekan, antrean panjang warga berjejal di pangkalan, membawa tabung kosong yang entah kapan bisa terisi. Di negeri gas, rakyat justru kehabisan napas.

Pemerintah daerah selalu punya jawaban standar: distribusi normal, kuota mencukupi, pantauan terus dilakukan. Pertamina pun senada. Namun di lapangan, tabung hijau bersubsidi itu hanya muncul dua jam, lalu lenyap seketika. Warga menelusuri kios demi kios, pulang dengan tangan hampa, sementara para pejabat tetap percaya pada laporan-laporan rapi yang tidak pernah mencerminkan kenyataan.

ADVERTISEMENT

banner 300x250

SCROLL TO RESUME CONTENT

Siapa yang bermain? Pertanyaan itu menggantung setiap kali harga elpiji bersubsidi melambung dua kali lipat di gampong-gampong. Jika kuota cukup, mengapa tabung langka? Jika distribusi normal, mengapa warga selalu kalah cepat dari para “pengumpul dadakan” yang entah bekerja untuk siapa? Jika pemerintah mengawasi, mengapa permainan harga dibiarkan berlangsung bertahun-tahun?

Baca Juga :  Haji Uma Minta Proses Hukum Terhadap Oknum TNI AL Pelaku Pembunuhan di Aceh Utara Berjalan Secara Transparan

Yang tak terbantahkan adalah satu fakta: kelangkaan ini bukan soal teknis, melainkan soal ketidakberesan tata kelola. Ada rantai distribusi yang bocor. Ada pangkalan yang sengaja “menghilangkan” stok. Ada agen yang bermain di balik layar. Dan ada pemerintah yang menutup mata, atau sekadar hadir saat krisis sudah meledak.

Semuanya menjadi lebih ironis ketika kita mengingat bahwa Aceh Utara hidup berdampingan dengan pusat industri gas nasional. Pipa-pipa raksasa menyalurkan energi ke luar provinsi, sementara warga setempat harus berebut tabung gas bersubsidi. Jika ini bukan penghinaan terhadap akal sehat, lalu apa?

Pemerintah daerah sering berbicara tentang “komitmen”, “pengawasan”, dan “penertiban”. Tapi kata-kata itu kehilangan makna ketika ibu rumah tangga harus menunggu berjam-jam di pangkalan, atau ketika pedagang kecil terpaksa menutup warung karena kompor tak bisa menyala. Krisis elpiji ini bukan sekadar kegagalan teknis; ini adalah cermin dari pemerintahan yang enggan memutus mata rantai permainan yang sudah lama dibiarkan tumbuh.

Baca Juga :  Berkah Ramadhan, Polres Aceh Utara Berbagi Takjil Gratis

Aceh Utara tidak kekurangan gas. Yang kekurangan adalah keberpihakan pada rakyat. Selama pejabat lebih nyaman menerima laporan daripada melihat kenyataan, selama distribusi bersubsidi lebih menguntungkan sebagian kecil pemain, dan selama publik dibuat percaya bahwa kelangkaan adalah “hal biasa”, maka tragedi elpiji ini akan terus berulang—tahun demi tahun.

Di daerah penghasil gas, yang langka bukanlah elpiji.
Yang benar-benar langka adalah keberanian memutus lingkaran kemacetan yang sudah terlalu lama dicatat sebagai kelaziman.

 

Berita Terkait

Indikasi Konstruksi Asal Jadi di Revitalisasi SDN 8 Langkahan: Struktur Lemah, Penegak Hukum Diminta Bertindak
Puskesmas Simpang Keramat Gelar Maulid Nabi, Momentum Perkuat Ukhuwah dan Pelayanan Umat
Posyandu Mawar Gampong Peudari, Binaan Puskesmas Geureudong Pase, Raih Predikat Kader Terbaik II Aceh Utara
Hari Kesehatan Nasional: Ns, Jasroni Raih Penghargaan Kapus Favorit Aceh Utara, Simbol Dedikasi di Tengah Keterbatasan
Dana ketahanan pangan Gampong Blang Bidok Diduga Raib, Geuchik Jadi sorotan
Dana APBN Ratusan Juta untuk SDN 8 Langkahan Diduga Digarap Serampangan
Aroma Busuk Pengelolaan Dana Desa Tanjong Drein Mencuat:
Proyek Pembangunan Desa Diduga Mangkrak, Geuchik Tanjong Drien Paya Bakong Tantang Wartawan

Berita Terkait

Selasa, 18 November 2025 - 07:35 WIB

Rudini Geram: Jangan Korbankan Masyarakat Demi Narasi Keberhasilan IPR yang Belum Sah

Senin, 17 November 2025 - 19:47 WIB

29 Desa Dapat SHU? Ketua Gempar NTB Soroti Kejanggalan Mekanisme Dan Logika kebijakan

Senin, 17 November 2025 - 18:20 WIB

Ketua LSM Lingkar Hijau, Bung Taufan: “Aroma Rekayasa Semakin Menyengat, IPR Koperasi SBL Harus Dicabut!”

Senin, 17 November 2025 - 17:02 WIB

GEMPAR NTB Bongkar Kejanggalan di Balik Panggung Panen Raya Emas dan Pembagian SHU IPR Lantung

Senin, 17 November 2025 - 16:03 WIB

Perkuat Kepedulian Lingkungan, Koramil Lunyuk Bersama PT AMMAN Tanam Pohon di Danau Jelapang

Senin, 17 November 2025 - 15:48 WIB

Pertemuan dengan Kapolda NTB Melebar, GEMPAR NTB Bongkar Kejanggalan IPR Lantung dan Pembagian SHU

Senin, 17 November 2025 - 13:28 WIB

Balai Pemasyarakatan Kelas II Sumbawa Besar Gelar Donor Darah Peringati Hari Bakti Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan ke-1 Tahun 2025

Senin, 17 November 2025 - 13:24 WIB

Bapas Kelas II Sumbawa Besar Terima Kunjungan Kerja Kepala Kantor Wilayah Ditjenpas NTB

Berita Terbaru

ACEH UTARA

Aceh Utara Kaya Gas, Tapi Warganya Hidup dalam Kelangkaan

Selasa, 18 Nov 2025 - 10:57 WIB

KOTA LANGSA

Pemko Langsa Gelar MUSRENBANG RPJMD Kota Langsa Tahun 2025-2029

Senin, 17 Nov 2025 - 22:18 WIB