SOLO – Arsitektur Kebangsaan – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat periode 2025-2030 resmi dilantik di Monumen Pers Solo, Jawa Tengah, pada Sabtu (4 Oktober 2025). Acara ini tak hanya menandai transisi kepemimpinan, tetapi juga mengukuhkan landasan historis PWI, terbingkai dalam arsitektur detail dan dukungan publik yang masif.
Konstruksi Sejarah: Monumen Pers Sebagai Fondasi
Pemilihan Monumen Pers Surakarta sebagai lokasi pelantikan bukan tanpa perhitungan historis. Seperti dijelaskan oleh Ketua PWI Surakarta, Anas Syahirul, lokasi ini memiliki nilai fundamental karena merupakan tempat lahirnya PWI pada 9 Februari 1946.
“Ini juga menjadi simbol kuat untuk menguatkan nilai persatuan dan mewarisi semangat perjuangan para pendiri PWI,” ujar Anas.
Keputusan ini merefleksikan upaya PWI untuk membangun kepengurusan baru di atas fondasi yang kokoh, tempat para tokoh pers mendeklarasikan wadah persatuan wartawan. Dengan demikian, pelantikan ini bukan sekadar seremoni, melainkan sebuah aksi penegasan kembali komitmen terhadap sejarah panjang pers Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan, demokrasi, dan kebebasan pers.
Struktur Dukungan: Banjir Karangan Bunga Sebagai Indikator
Tanda visual dukungan terhadap struktur kepengurusan baru PWI terlihat jelas dari banjirnya karangan bunga di ruas Jalan Gajah Mada dan Jalan Yosodipuro, Banjarsari. Tercatat sekitar 100 karangan bunga dari berbagai penjuru, yang menurut panitia lokal Asep Abdullah, jumlahnya terus bertambah.
“Sampai detik ini ada 100 buah dari berbagai daerah di Indonesia,” kata Asep.
Karangan bunga ini berfungsi sebagai indikator dukungan dari berbagai sektor: tokoh nasional, jajaran pemerintah, hingga pihak swasta.
Kehadiran dukungan ini menunjukkan pengakuan luas terhadap peran PWI dalam ekosistem media nasional, menggarisbawahi relevansi organisasi ini sebagai pilar utama persatuan wartawan.
Proyeksi Partisipasi dan Diskusi Kritis
Acara pelantikan ini diperkirakan dihadiri oleh ratusan peserta, termasuk perwakilan PWI Provinsi, mitra strategis, pimpinan media nasional, dan pejabat negara.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, dikonfirmasi hadir, menandakan pengakuan negara terhadap pentingnya peran PWI.
Setelah pelantikan, agenda kegiatan dilanjutkan dengan sesi dialog kritis yang menggarap isu-isu kontemporer yang mendesak.
Diskusi ini, yang dimoderatori oleh Wahyu Muryadi, akan mengangkat tema “Merawat Keadaban Bangsa di Tengah Desakan Epidemi Disinformasi dan Supremasi Kecerdasan Buatan.”
Panelis dalam diskusi ini mencakup:
* Nezar Patria, Wakil Menteri Komdigi.
* Totok Suryanto, Wakil Ketua Dewan Pers.
* Agus Sudibyo, Ketua PWI Bidang Pendidikan.
Dialog ini merefleksikan upaya PWI untuk tidak hanya mengurus struktur internal, tetapi juga aktif terlibat dalam pembentukan opini publik dan penguatan literasi media di tengah tantangan disinformasi dan perkembangan Kecerdasan Buatan.
Sebagai penutup kultural yang memperhalus transisi kepengurusan, acara ini juga dihiasi penampilan dari penyanyi keroncong dan campursari kenamaan Solo, Endah Laras. Pelantikan ini dengan demikian menjadi momen yang memadukan komitmen historis, dukungan struktural, dan relevansi tematik. []