BLITAR — Alur kasus dugaan korupsi proyek Dam Kali Bentak di Kabupaten Blitar semakin kompleks setelah Kejaksaan Negeri (Kejari) Blitar kembali menetapkan satu tersangka baru. Penahanan ini memperluas lingkaran kasus yang sebelumnya telah menjerat sejumlah pejabat dan rekanan.
Tersangka terbaru, yang diidentifikasi dengan inisial AMZ, merupakan mantan anggota Tim Percepatan Pembangunan dan Inovasi Daerah (TP2ID) pada era Bupati Blitar, Rini Syarifah.
AMZ, yang diketahui memenuhi panggilan penyidik Kejari pada Kamis, 25 September 2025, langsung digelandang ke Lapas Kelas IIB Blitar usai menjalani pemeriksaan intensif.
Penetapan status tersangka ini menandai babak baru dalam upaya pengusutan kasus yang merugikan negara sebesar Rp 512,4 juta.
Peran AMZ di Balik Pusaran Korupsi
Kepala Seksi Intelijen Kejari Blitar, Diyan Kurniawan, menjelaskan bahwa peran AMZ dalam kasus ini tidak sebatas figur pelengkap.
Dari hasil penyelidikan, AMZ diduga aktif terlibat dalam dua modus utama, yaitu menerima aliran dana dan mengondisikan proyek sejak awal.
Menurut Diyan, peran AMZ sangat signifikan dalam rantai kejahatan ini. Salah satu temuan krusial adalah adanya aliran dana dari AMZ ke MM, kakak kandung dari mantan Bupati Blitar Rini Syarifah, yang sebelumnya juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Keterlibatan AMZ ini memperkuat dugaan adanya praktik setoran ke pihak-pihak di luar struktur pemerintahan yang sah.
“AMZ tidak berdiri sendiri.
Ada peran aktif yang teridentifikasi, salah satunya menyetorkan uang ke MM,” ujar Diyan.
Jaringan Korupsi yang Terstruktur
Penetapan AMZ menambah panjang daftar tersangka dalam kasus Proyek Dam Kali Bentak. Total, sudah ada tujuh orang yang terlibat, termasuk:
MB, Direktur CV Cipta Graha Pratama
HS, Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Blitar
MI, tenaga administrasi CV Cipta Graha Pratama
HB, Kepala Bidang SDA Dinas PUPR Kabupaten Blitar
MM, anggota TP2ID
Dicky Cubandono, mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Blitar (ditetapkan pekan lalu). AMZ, mantan anggota TP2ID (tersangka terbaru).
Modus operandi yang terkuak menunjukkan bahwa kasus ini bukan sekadar penyalahgunaan anggaran biasa, melainkan sebuah jaringan korupsi terstruktur dengan indikasi kuat pengondisian proyek. Pola ini melibatkan kolaborasi antara pejabat, rekanan, dan pihak-pihak yang memiliki pengaruh di luar struktur formal.
Kasus ini menjadi sorotan karena proyek pembangunan Dam Kali Bentak yang sejatinya bertujuan untuk irigasi dan kesejahteraan masyarakat justru disalahgunakan dananya.
“Setiap Rupiah uang Negara yang diselewengkan adalah kerugian nyata bagi Rakyat,” tegas Diyan Kurniawan, menggarisbawahi dampak kerugian yang diderita publik.
Kejari Blitar berkomitmen untuk terus membongkar kasus ini hingga tuntas, tidak hanya mengejar kerugian materiil, tetapi juga memastikan semua aktor yang terlibat dalam “bancakan” dana rakyat ini menerima konsekuensi hukumnya. [Mujani]




































