Batam/Kepri – Suara deru alat berat memecah keheningan pinggir Jalan Hang Tuah, Sambau, Kecamatan Nongsa, Kota Batam. Di balik bukit yang perlahan terkikis, tersembunyi sebuah aktivitas ilegal yang berlangsung terang-terangan:
tambang batu ilegal. Meskipun aktivitas ini sudah berjalan sekitar dua bulan dan disaksikan banyak mata, tak ada satu pun aparat penegak hukum yang terlihat menghentikannya. Seolah-olah, ada kesepakatan diam untuk membiarkan kerusakan lingkungan dan kerugian negara terus terjadi.
Kerakusan yang Tak Terbendung
Pada Senin, (22/09/2025), pemandangan mengerikan terlihat di lokasi. Excavator breaker tanpa henti mengeruk bukit batu, menciptakan debu tebal yang beterbangan dan mengotori udara. Truk-truk besar hilir mudik, mengangkut material curian ini seolah tak ada hukum yang berlaku.
Tidak ada papan izin atau tanda legalitas yang dipasang, sebuah pelanggaran telak terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Aktivitas ilegal ini bukan lagi rahasia. Warga sekitar telah lama menyaksikannya, tetapi keheranan mereka kian bertambah. “Kadang polisi lewat, tapi tidak berhenti.
Kami jadi bertanya-tanya, apakah mereka tidak tahu ini ilegal, atau pura-pura tidak tahu?” ujar seorang warga yang memilih untuk tidak disebutkan namanya.
Pernyataan ini bukan hanya sekadar keluhan, melainkan sebuah tuduhan serius yang menunjuk pada adanya pembiaran yang disengaja.
Jaringan Kuat di Balik Operasi Senyap
Pertanyaan besar muncul: mengapa aktivitas ilegal ini bisa berjalan begitu mulus? Sumber di lapangan menyebutkan bahwa operasi ini bukan digerakkan oleh penambang kecil.
Ada jaringan pemodal kuat yang diduga berada di baliknya, lengkap dengan ‘beking’ yang diduga membuat aparat enggan bertindak. Bebatuan hasil pengerukan kabarnya dijual dengan harga fantastis, berkisar antara Rp800 ribu hingga Rp1 juta. Keuntungan besar ini menjadi alasan utama mengapa para pemodal rela mengambil risiko, bahkan jika itu harus mengorbankan lingkungan dan hak-hak masyarakat.
Ancaman Nyata di Depan Mata
Jika dibiarkan, kerusakan yang ditimbulkan akan menjadi bom waktu. Para ahli lingkungan telah berulang kali memperingatkan bahwa penambangan ilegal semacam ini bisa memicu bencana ekologis.
Longsor, gangguan pada aliran air, hingga ancaman kesehatan akibat debu tebal adalah dampak yang pasti terjadi. Warga sekitar khawatir, pembiaran ini akan membuat mereka menjadi korban berikutnya, setelah alam yang telah lebih dulu dirusak.
Hingga berita ini ditulis, tidak ada satu pun keterangan resmi dari pihak kepolisian maupun instansi terkait. Keheningan ini justru memperkuat dugaan adanya permainan di balik layar.
Tambang ilegal terus beroperasi, meraup keuntungan haram, dan meninggalkan jejak kerusakan.
Pada akhirnya, pertanyaan itu kembali menggantung: di tengah kerugian negara, kerusakan lingkungan, dan ancaman bagi masyarakat, siapa yang sebenarnya diuntungkan dari semua ini? Dan kapan aparat penegak hukum akan menanggalkan sikap apatis mereka untuk menghentikan kejahatan yang berlangsung di depan mata?.
[ALBAB]