Batam/Kepri – Di balik hingar-bingar kawasan Pasar Punggur, Nongsa, sebuah entitas yang dikenal sebagai Game Zone 97 beroperasi dengan normal. Namun, di antara deru mesin dan kilauan lampu, terselip dugaan serius: arena permainan berbasis koin ini diduga menjadi kedok praktik judi terselubung yang meresahkan warga.
Meski keluhan masyarakat telah berulang kali disampaikan, lamat-lamat suara protes itu seolah menguap. Aparat, terutama Polsek Nongsa, terlihat pasif. Polisi hanya bungkam dan bersembunyi di balik pernyataan normatif.
Polisi Mengaku Berkoordinasi, Tanpa Aksi
Saat dikonfirmasi, Kapolsek Nongsa, yang seharusnya menjadi garda terdepan penegakan hukum, hanya menjawab dengan singkat, “Sudah berkoordinasi.” Pernyataan yang irit kata ini justru memantik pertanyaan besar. Koordinasi dengan siapa? Kenapa hanya sebatas koordinasi? Tanpa ada tindakan hukum yang jelas, publik merasa pernyataan itu hanyalah dalih untuk menutupi keengganan untuk bertindak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pernyataan tersebut seolah mengamini dugaan adanya ‘restu’ atau pembiaran dari pihak berwenang. Praktik yang seharusnya ditindak, malah dibiarkan berlarut-larut.
Ada Apa di Balik Senyapnya Aparat?
Seorang pedagang di sekitar lokasi menuturkan, “Kalau cuma mainan anak-anak, kenapa selalu ramai orang dewasa sampai tengah malam? Uang bisa habis berjuta-juta.” Komentar ini memperkuat kecurigaan bahwa Game Zone 97 bukan sekadar arena hiburan biasa. Perputaran uang yang masif dan kehadiran orang dewasa hingga larut malam menunjukkan adanya transaksi yang jauh lebih besar dari sekadar “permainan anak-anak”.
Kecurigaan ini membawa pada satu kesimpulan yang membuat publik resah: dugaan adanya “beking” dari oknum atau bahkan aparat. Keberadaan Game Zone 97 seolah dilindungi oleh kekuatan tak terlihat, yang membuat hukum tampak lumpuh di hadapannya.
Hukum Tumpul ke Atas, Tajam ke Bawah?
Kasus Game Zone 97 menjadi cerminan nyata dari masalah klasik di Indonesia: hukum yang tumpul ke atas. Masyarakat awam yang mencoba bertahan hidup sering kali menjadi korban, sementara praktik ilegal yang berpotensi melibatkan aparat atau oknum justru dibiarkan berkembang.
Keberanian warga untuk bersuara seolah tidak berharga ketika tidak ada respon yang berarti dari pihak yang berwenang.
Masyarakat Batam kini menunggu langkah nyata dari pihak kepolisian. Apakah Game Zone 97 akan terus dibiarkan beroperasi, atau hukum akan kembali ditegakkan tanpa pandang bulu? Tanpa adanya tindakan tegas, kepercayaan publik terhadap penegakan hukum akan terus terkikis, sementara praktik-praktik ilegal seperti ini terus menjamur di bawah naungan dugaan pembiaran. [ALBAB]