KARIMUN – Dinas Komunikasi dan Informatika Statistik dan Persandian (Diskominfo) Kabupaten Karimun kembali menjadi pusat perhatian publik. Kepala dinasnya, Dr. Helmi SE.MM, dikeluhkan oleh sejumlah pihak karena dianggap tidak transparan dalam memberikan informasi terkait pengelolaan anggaran dan program di lembaganya.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: ada apa di balik sikap bungkam Diskominfo Karimun?
Situasi ini mencuat setelah awak media berulang kali mencoba melakukan konfirmasi terkait beberapa kegiatan dinas.
Beberapa pertanyaan krusial yang diajukan tidak pernah mendapat jawaban memuaskan. Informasi yang diminta meliputi:
Nilai sewa tahunan kantor Diskominfo.
Jumlah media yang menjalin Memorandum of Understanding (MoU) pada tahun 2025.
Anggaran dan rincian kegiatan untuk aplikasi “Halo Bupati”. Anggaran langganan jurnal dan majalah.
Setiap kali upaya konfirmasi dilakukan, Helmi dilaporkan selalu mengarahkan untuk datang langsung ke kantor.
Namun, saat tim jurnalis mendatangi kantor, yang terjadi adalah sang kepala dinas tidak berada di tempat. Pada Jumat, 12 September 2025, misalnya, kantor dalam keadaan kosong dan staf yang dihubungi pun tidak aktif.
Sikap yang berkelanjutan ini memicu asumsi negatif di kalangan masyarakat, seolah-olah ada sesuatu yang sedang ditutupi. Seorang tokoh masyarakat Karimun, sebut saja H, yang ditemui di sekitar Padi Mas pada Sabtu, 13 September 2025, menyampaikan kekhawatirannya.
“Ini bisa jadi masukan penting bagi Bupati Karimun. Pemilihan kepala dinas harus lebih selektif. Kita butuh pejabat yang mumpuni dan berani transparan,” ujarnya. Sikap kepala dinas yang mengabaikan permintaan informasi ini dinilai bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Undang-undang ini secara eksplisit mewajibkan setiap badan publik, termasuk Diskominfo, untuk menyediakan dan melayani permintaan informasi dari masyarakat secara cepat, tepat waktu, dan proporsional.
Pengabaian ini bukan sekadar masalah etika birokrasi, tetapi sudah menyentuh aspek hukum yang menjadi pondasi tata kelola pemerintahan yang baik. UU KIP menjamin hak setiap warga negara untuk mengetahui dan mengawasi bagaimana dana publik digunakan. Jika hak ini diabaikan, maka dugaan adanya penyimpangan atau ketidakberesan dalam pengelolaan anggaran akan semakin menguat.
Publik berharap Bupati Karimun dapat merespons situasi ini dengan serius. Transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk membangun kepercayaan masyarakat dan mencegah potensi kerugian negara. Sikap bungkam yang ditunjukkan oleh pejabat publik harus segera diakhiri demi mewujudkan pemerintahan yang bersih dan kredibel. [SAJIRUN, S]





































