Gayo Lues – Deru alat berat PT Gayo Mineral Resources (PT GMR), perusahaan asal Jakarta, kini menjadi “lagu kematian” bagi hutan lindung dan kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Pantan Cuaca, Gayo Lues.
Eksplorasi tambang emas yang diklaim tak transparan dan diduga melanggar batas izin ini, telah menyebabkan kerusakan lingkungan parah, sementara janji kontribusi bagi warga terdampak justru nihil.
Bahkan, kekhawatiran besar muncul: walaupun izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI telah dikantongi, apakah itu cukup menjamin keselamatan masyarakat tempatan dari potensi bencana besar?
“Hutan lindung kini babak belur, sungai keruh, dan tanah longsor mengancam. Tapi apa yang didapat masyarakat? Hanya kekhawatiran dan janji palsu!” tegas Abdiansyah, Sekretaris Lembaga Leuser Aceh (LLA), dengan nada geram, Sabtu (21/06/2025).
Menurut Abdiansyah, pantauan LLA di lapangan menunjukkan indikasi kuat bahwa aktivitas PT GMR telah merambah kawasan hutan lindung, area yang seharusnya terlarang untuk kegiatan eksploitasi tanpa izin pinjam pakai yang ketat.
“Jika dugaan ini benar, maka PT GMR telah melakukan pelanggaran pidana berat sesuai Undang-Undang Kehutanan. Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, ini kejahatan lingkungan!” serunya.
Masyarakat Pantan Cuaca merasa menjadi korban nyata. Mereka mempertanyakan kontribusi riil yang diberikan perusahaan raksasa ini kepada wilayah yang kini terpapar dampak lingkungan serius. “Kami tidak melihat adanya sosialisasi yang benar. Tiba-tiba hutan dibuka, pohon ditebang. Apa yang sudah diberikan perusahaan ini kepada rakyat? Jawabannya: tidak ada.
Hanya menyisakan kekhawatiran, potensi bencana, dan degradasi lingkungan,” ungkap Abdiansyah, menyoroti minimnya tanggung jawab sosial perusahaan.
Kehadiran PT GMR di Pantan Cuaca sejak pertengahan 2024 telah menimbulkan keresahan. Publik mempertanyakan transparansi izin eksplorasi, khususnya dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) serta peta wilayah kerja yang diklaim dimiliki perusahaan.
“Masyarakat tidak tahu persis batas konsesi mereka. Ini menimbulkan kecurigaan besar bahwa ada yang disembunyikan,” tambah Abdiansyah.
LLA mendesak aparat penegak hukum dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk segera turun tangan.
LLA juga secara tegas meminta kepada semua pihak, baik pemerintah pusat, pemerintah provinsi, maupun pemerintah daerah, untuk mengkaji ulang izin eksplorasi tambang emas PT GMR di Kecamatan Pantan Cuaca.
“Pemerintah daerah jangan hanya diam! Tolong segera bertindak sebelum ini terjadi. Jika kerusakan hutan lindung dan aktivitas tambang ini dibiarkan tanpa pengawasan ketat dan kajian ulang, maka berkemungkinan Gayo Lues ini bisa terjadi bencana besar seperti banjir bandang dan tanah longsor yang dapat merenggut nyawa dan harta benda!” pungkas Abdiansyah, menegaskan bahwa jika pembiaran ini terus terjadi, yang diwariskan kepada generasi mendatang bukan emas, melainkan krisis ekologis dan sosial.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Gayo Mineral Resources belum memberikan tanggapan resmi atas berbagai tudingan yang dilayangkan, semakin memperkuat kesan bahwa perusahaan ini enggan transparan dan bertanggung jawab. []