Gayo Lues – Aroma kekacauan birokrasi tercium kuat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Gayo Lues. Ketua Komisi I DPRK Gayo Lues, H. Ibnu Hasim, tak bisa lagi menutupi keprihatinannya, menyebut berbagai gejolak internal sebagai cerminan “lemahnya manajemen birokrasi” yang berpotensi melumpuhkan roda pemerintahan dan pembangunan daerah.
Sederet Kejanggalan dan Pembangkangan Jabatan
Ibnu Hasim tak ragu membeberkan serangkaian praktik yang dinilainya “tidak lazim” dan “keluar dari norma pemerintahan yang sehat.” Mulai dari instruksi mundur untuk pejabat eselon II, pelantikan tanpa restu kementerian, hingga pembatalan SK pejabat yang sudah dilantik. Puncaknya, muncul mosi tidak percaya dari staf terhadap pimpinan, sebuah fenomena langka yang mengindikasikan krisis kepercayaan akut.
“Manajemen pemerintahan harus didasarkan pada aturan, bukan pada bisikan atau tekanan dari pihak yang tidak memahami sistem,” tegas Ibnu. Ia mendesak Bupati Gayo Lues untuk bersikap tegas dan tidak memberi harapan kosong, demi menjaga wibawa institusi.
Lebih lanjut, Ibnu menyoroti mosi tidak percaya yang diinisiasi oleh sejumlah kepala bidang. Mereka merasa “kehilangan otoritas” setelah tak lagi menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Namun, Ibnu menilai hal ini menunjukkan minimnya pemahaman para Kabid terhadap regulasi seperti PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Permendagri Nomor 77. “Kabid tetap harus memahami aspek teknis kegiatan karena secara otomatis mereka menjabat sebagai PPTK,” jelasnya, menepis anggapan bahwa pelimpahan KPA wajib dilakukan.
Menurutnya, para Kabid ini terbiasa mengambil keputusan strategis dan kini merasa “perannya dipangkas.”
“Ancaman Disiplin ASN dan Staf Bermental “Merongrong”
Tak hanya soal regulasi, Ibnu Hasim juga menyinggung soal disiplin ASN. Ia mengingatkan bahwa pembangkangan terhadap atasan melanggar etika birokrasi dan hierarki pemerintahan. Mengacu pada PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Ibnu menegaskan bahwa atasan memiliki wewenang untuk menjatuhkan hukuman administratif, mulai dari penundaan kenaikan gaji hingga pemberhentian, jika ada tindakan insubordinasi.
“Ketegasan ini perlu ditegakkan agar roda pemerintahan berjalan sesuai jalur, dan tidak menjadi ladang konflik kekuasaan di internal birokrasi,” pungkasnya.
Ibnu juga memberikan peringatan keras terhadap “staf bermentalitas buruk” yang cenderung terus “merongrong kewibawaan pimpinan”. Jika budaya negatif ini dibiarkan, dampaknya bukan hanya pada pelayanan publik yang terganggu, melainkan juga potensi mandek atau mundurnya pembangunan daerah.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Bupati Gayo Lues terkait pernyataan tajam dari Ketua Komisi I DPRK ini. Akankah kekacauan birokrasi di Gayo Lues segera tertangani, ataukah krisis ini akan semakin meruncing?. []