BATAM — Aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Uma, Kecamatan Lubuk Baja, Batam, Kepulauan Riau, kembali menjadi sorotan. Di tengah lalu lintas kapal kayu yang hilir-mudik mengangkut berbagai komoditas, pengawasan dari otoritas pelabuhan nyaris tidak tampak.
Hasil penelusuran menunjukkan, sejumlah kapal pengangkut bahan pangan, seperti bawang merah, daging, buah-buahan, hingga barang kelontong yang berlayar dari Tanjung Uma menuju Kabupaten Karimun, diduga tidak dilengkapi Surat Persetujuan Berlayar (SPB). Padahal, dokumen ini merupakan prasyarat utama bagi setiap kapal untuk berlayar secara legal dan aman.
Irolnisnya, ketika dimintai konfirmasi terkait penerbitan SPB, Kepala Pos Syahbandar Wilayah Harbourbay, Deni Cahyadi enggan memberikan keterangan jelas. Ia justru mengajak awak media untuk bertemu langsung dengan pengelola pelabuhan. Dalam pertemuan itu, pihak pengelola pelabuhan meminta agar pemberitaan terkait aktivitas kapal di Pelabuhan Tanjung Uma di-take down.
Sikap tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai potensi pembiaran, bahkan dugaan adanya praktik kerja sama terselubung antara oknum Syahbandar dan pihak pengelola pelabuhan.
Tidak hanya terkait dokumen pelayaran, aktivitas distribusi komoditas pangan di pelabuhan rakyat ini juga berlangsung tanpa pengawasan dari Bea Cukai maupun Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (BKHIT) Kepulauan Riau. Padahal, sesuai ketentuan, produk pertanian dan hewan wajib menjalani prosedur karantina guna menjamin keamanan serta kesehatan pangan.
Minimnya pengawasan membuka celah terhadap praktik penyelundupan dan peredaran barang yang tidak memenuhi standar konsumsi. Situasi ini memperkuat dugaan bahwa pelabuhan-pelabuhan kecil seperti Tanjung Uma kerap menjadi titik keluar-masuk barang secara tidak resmi. [ALBAB]