Sumbawa Besar|NTB,– Karang Taruna Desa Perung, Kecamatan Lunyuk,Kabupaten Sumbawa Ntb, menggelar aksi demonstrasi di area Dodo Rinti, PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), pada Rabu, 26 Februari 2025. Aksi ini menuntut transparansi dan tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat lingkar tambang, khususnya warga Desa Perung.
Dalam unjuk rasa tersebut, Selasa (4/3/25), massa melakukan orasi dan membakar ban sebagai bentuk protes atas ketidakjelasan realisasi tuntutan mereka. Perwakilan PT AMNT, yakni Pak Mala dan Pak Ari dari bagian eksternal perusahaan, tidak bisa mengambil keputusan langsung. Para demonstran pun mendesak mereka untuk segera menghubungi manajemen perusahaan guna memastikan jadwal pertemuan dengan masyarakat.
Setelah komunikasi dilakukan, PT AMNT menyatakan kesediaan untuk menggelar pertemuan di Desa Perung pada Jumat, 28 Februari 2025. Namun, pada hari yang dijanjikan, masyarakat justru mendapat informasi dari pihak kepolisian bahwa pertemuan ditunda hingga Senin, 3 Maret 2025. Ironisnya, ketika hari itu tiba, bukan perwakilan manajemen yang hadir, melainkan aparat kepolisian dari satuan Brimob, yang datang bukan untuk berdialog, melainkan untuk membubarkan aksi warga demi melancarkan distribusi logistik PT AMNT.
Kekecewaan masyarakat semakin memuncak ketika mereka merasa dikhianati oleh PT AMNT. Atas sikap perusahaan yang dianggap tidak serius dalam menyelesaikan permasalahan, pada Senin, 3 Maret 2025, Karang Taruna Desa Perung bersama warga memutuskan untuk melanjutkan aksi blokade jalan di wilayah hukum Desa Perung sebagai bentuk protes.
Namun, bukannya mendapat perlindungan dalam menyampaikan aspirasi, massa justru menghadapi tindakan represif dari aparat kepolisian. Brimob yang diterjunkan ke lokasi dinilai bertindak tidak netral dan lebih berpihak kepada kepentingan PT AMNT. Mereka tidak hanya memastikan distribusi logistik perusahaan berjalan lancar, tetapi juga melakukan tindakan pembubaran paksa terhadap warga yang melakukan aksi damai.
Perwakilan Karang Taruna Desa Perung, Rudini, SP, mengecam keras tindakan aparat yang dinilai berlebihan dan tidak mengedepankan dialog.
“Kami sangat menyayangkan sikap represif yang ditunjukkan aparat kepolisian dalam menangani aksi damai yang kami lakukan. Seharusnya mereka berpihak pada kepentingan rakyat, bukan menjadi alat perusahaan. Kami hanya menuntut hak kami sebagai warga yang terdampak tambang, tetapi justru mendapat perlakuan tidak adil. Jika PT AMNT terus mengabaikan tanggung jawabnya, maka keberadaannya di Sumbawa tidak lagi memiliki legitimasi sosial,” tegas Rudini, pada awak media, Selasa (4/3/25).
Tindakan aparat kepolisian dalam membubarkan aksi damai ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, serta Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Hingga saat ini, masyarakat Desa Perung masih menunggu sikap PT AMNT untuk berkomitmen dalam menyelesaikan tuntutan mereka secara langsung. Jika perusahaan tetap menghindari dialog dan mengabaikan hak-hak masyarakat, aksi lanjutan kemungkinan besar akan kembali digelar sebagai bentuk perlawanan warga terhadap ketidakadilan.
Peristiwa ini semakin memperlihatkan ketimpangan dalam relasi antara perusahaan tambang dan masyarakat sekitar. Masyarakat berharap aparat keamanan bertindak profesional dan independen dalam menjalankan tugasnya, bukan justru menjadi perisai bagi kepentingan korporasi. [FS]