KETIKA ASPIRASI MENJADI API, ANTARA DEMONSTRASI DAN ANARKI
Oposisinews86.com – DENPASAR | Demokrasi adalah hak fundamental rakyat untuk menyuarakan kebenaran dan menuntut keadilan.
Demonstrasi sebagai ungkapan politik menjadi cermin kualitas demokrasi suatu bangsa, bila dilakukan dengan damai, beradab, dan konstruktif.
Namun, ironinya, di tengah perjuangan ini, sering kali muncul wajah lain: aksi brutal yang justru merusak tatanan dan memicu kerusakan, dari penjarahan hingga pembakaran baik ruang publik maupun milik pribadi.
Aksi Damai atau Anarki?
Baru-baru ini, demonstrasi di berbagai kota Indonesia yang dimulai dengan tuntutan legit: penolakan atas kenaikan tunjangan DPR, kemarahan atas kebijakan tak populer, hingga protes atas hilangnya keadilan diwarnai kerusuhan hebat.
Banyak massa beralih dari mengangkat suara menjadi menjarah toko, membakar fasilitas umum seperti halte Trans Jakarta, bahkan menyerang gedung pemerintahan dalam bentuk perusakan dan pembakaran.
Apa penyebab peralihan dari pidato moral ke tindakan destruktif? Faktor seperti infiltrasi oknum yang menunggangi aksi, ketidakpercayaan terhadap pemerintah, dan tekanan emosi massa sering kali menjadi pemicu.
Cermin Gelap dalam Sejarah Bangsa
Kita tak bisa lepas dari sejarah kelam: masa penjajahan yang menjarah kekayaan bangsa dan merenggut martabat, serta tragedi 30 September 1965 yang memicu kekerasan terstruktur dari PKI.
Tak bisa dipungkiri peristiwa G30S: penculikan dan pembunuhan para jenderal bukan demonstrasi dan tindakan brutal yang disertai ideologi revolusioner, mencoreng keamanan dan stabilitas nasional.
Demikian pula penjajah, yang bukan hanya mengeksploitasi ekonomi, tapi juga melukai harga diri bangsa suatu bentuk perusakan struktural dan sistemik.
Namun, meskipun sama-sama destruktif, konteksnya berbeda. Penjajah dan PKI menjalankan agenda ideologis, bukan keresahan spontan rakyat. Mereka adalah kekuatan impositif yang menargetkan bangsa; sementara kelompok anarkis di masa kini semata merusak atas nama ketidakpuasan tetap saja, tindakan mereka bukanlah representasi perlawanan yang bijak, melainkan penghancuran cita-cita negara.
Mengapa Anarkisme Bukan Cerminan Bangsa?
Bangsa Indonesia dibangun dari darah, air mata, dan pengorbanan para pendiri Republik. Mereka melawan penjajah untuk membebaskan tanah air. Mereka membangun dari runtuhan agar ketika demokrasi tumbuh, ia memiliki fondasi moral dan kolektif. Justru anarkisme kerusuhan tanpa sasaran moral menghancurkan ikatan kolektif itu.
Ketika demonstrasi disusupi oleh oknum tak bertanggung jawab yang meraup keuntungan, tujuan mulia kehilangan esensinya. Bukankah mempertanyakan legitimasi melalui demonstrasi harus dibarengi dengan ketenangan, bukan amarah buta? Amarah memang wajar, tapi tanpa kendali, ia dicuri siapa saja yang menginginkan chaos.
Nilai Demokrasi yang Harus Dijaga.
Keutuhan moral: Demonstrasi adalah seni perjuangan tanpa darah. Ketika menjarah atau membakar, ia menodai makna perjuangan itu sendiri.
Penjagaan terhadap bangunan publik dan privasi publik: Infrastruktur umum dan rumah warga adalah bagian dari warisan bersama, bukan korban yang bisa ditukar dengan kedigdayaan emosional.
Menolak ditunggangi: Setiap aksi massa harus diawasi agar tak jadi ajang kriminal terselubung atau alat agitasi yang merugikan negara.
Mengutip jati diri bangsa: Para pendiri Republik berdiri atas keyakinan kemanusiaan, solidaritas, dan rasa hormat terhadap sesame even terhadap lawan dengan tetap humanis.
Pandangan Akademis dan Etis
Dalam teori politik, tindakan anarkis seperti ini menyalahi prinsip deliberasi rasional yang seharusnya terstruktur dalam demokrasi (Classical Deliberative Theory). Ia membentuk “kerusuhan politik” yang bukan membangun konsensus, tetapi meluluhkan tatanan.
Secara psikologis, kerusuhan dipicu oleh “mass anger” yang dipicu oleh frustrasi bukan aspirasi sadar. Maka, transformasi sosial yang berkelanjutan tidak lahir dari kemarahan, tetapi dari kritik terarah dan aksi kebangsaan yang inklusif.
Kesimpulan
Marwah Negara Adalah Peradaban, Bukan Kekacauan. Bangsa ini telah melewati masa penjajahan dan konflik ideologis, kita tahu arti perusakan dan betapa menghancurkan dampaknya bagi kelangsungan bangsa.
Oleh karena itu, aksi protes seyogianya menjadi refleksi demokrasi berbudaya, bukan kerusuhan instan.
Rakyat lebih kuat saat bersuara dengan kepala dingin. Negara pun lebih terjaga saat demonstrasi dijaga oleh rakyat itu sendiri, agar jangan sampai terlena oleh mereka yang merusak demi keuntungan sendiri dan menjauh dari perjuangan para pendiri Republik.oleh ” Dr.Anak Agung Putu Sugiantiningih.,S.IP.,M.AP”
#Demonstrasi Simbol Ungkapkan Politik
#Demonstrasi Damai, Beradab dan Konstruktif #Cerminan Kualitas Suatu Bangsa
#