Sumbawa Besar|NTB, ( Rabu 3 September 2025)— Aksi demonstrasi ratusan mahasiswa di depan Kantor DPRD Kabupaten Sumbawa, Selasa (3/9/2025), menyisakan catatan kritis dari kalangan pegiat demokrasi. Bukan soal substansi tuntutan mahasiswa, melainkan sikap pejabat daerah yang memilih menemui massa hanya di pagar gerbang gedung dewan.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menyuarakan empat tuntutan utama:
• Mendesak pengesahan RUU Perampasan Aset,
• Menuntut pencopotan Kapolri,
• Menolak kenaikan pajak, dan
• Meminta DPRD memperkuat fungsi pengawasan di sektor pendidikan.
Ketua DPRD Sumbawa, Nanang Nasiruddin, bersama Bupati Syarafuddin Jarot, turun menemui mahasiswa. Nanang berjanji menindaklanjuti aspirasi, sedangkan Jarot menegaskan isu lokal akan ditangani daerah, sementara isu nasional diteruskan ke pemerintah pusat.
Namun, langkah pejabat menemui massa di luar pagar justru dianggap pelemahan demokrasi oleh Integritas Transparansi Kebijakan (ITK) Sumbawa.
Presidium ITK, Abdul Haji, S.Ap, menilai pertemuan di depan pagar tidak memberi ruang substansial bagi mahasiswa untuk masuk ke mekanisme formal.
“Aspirasi publik seharusnya masuk ke ruang sidang, bukan berhenti di pintu pagar. Demokrasi menuntut risalah, rapat, dan keputusan yang bisa dipertanggungjawabkan. Kalau hanya di gerbang, itu sekadar politik simbolis,” tegas Abdul Haji.
Sebagai mantan aktivis HMI dan Presiden Mahasiswa BEM Unsa periode 2008–2009, Abdul Haji menyebut pola ini bukan hal baru. Menurutnya, pejabat sering tampil responsif di depan massa, namun enggan menindaklanjutinya secara resmi.
“Kami dulu berjuang agar pintu dewan menjadi pintu rakyat. Kalau sekarang pejabat masih membatasi rakyat di luar pagar, berarti demokrasi kita dikebiri. Aspirasi jadi ritual basa-basi, bukan substansi kebijakan,” ujarnya.
Aksi mahasiswa berakhir damai setelah ditemui Ketua DPRD dan Bupati. Tetapi bagi ITK, pertemuan di pagar hanyalah potret demokrasi yang belum matang.
Pagar besi di depan gedung dewan kini menjadi metafora: demokrasi masih dikurung, rakyat hanya boleh menunggu di luar. Pertanyaan yang menggantung adalah, kapan aspirasi benar-benar dibawa masuk ke ruang sidang dan diwujudkan dalam kebijakan, bukan berhenti sebagai janji di depan pintu gerbang?. (Aj)