Mataram, oposisinews86.com, (10 September 2025 ),— Peningkatan status hukum kasus Abdul Hatab, Ketua Umum Front Pemuda Peduli Keadilan Pulau Sumbawa (FPPK-PS), yang kini telah memasuki tahap penyidikan, memicu gelombang kritik dari sejumlah pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan aktivis demokrasi.
Mereka menilai langkah aparat penegak hukum ini berpotensi menjadi kriminalisasi terhadap aktivis sekaligus ancaman serius bagi kebebasan berpendapat dan demokrasi di Indonesia.
Polresta Mataram resmi menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (SP-Sidik) Nomor SP.Sidik/281/RES.1.14/IX/2025/RESKRIM pada 6 September 2025. Penyidikan ini berangkat dari laporan oknum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumbawa yang merasa dirugikan atas pernyataan Abdul Hatab di forum audiensi resmi Kanwil ATR/BPN NTB pada November 2024. Dalam forum tersebut, Abdul Hatab mengungkap dugaan praktik mafia tanah yang melibatkan oknum BPN.
Dalam keterangan persnya, Rabu (10/9/2025), Abdul Hatab dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak pernah melakukan konferensi pers seperti yang diberitakan media, terkait tuduhan menyebut nama “Sahrul” sebagai mafia tanah. Ia meminta aparat penegak hukum untuk memeriksa seluruh media dan mengonfirmasi kapan dan di mana ia memberikan pernyataan pers tersebut.
Lebih lanjut, Abdul Hatab membenarkan bahwa pernyataannya mengenai dugaan mafia tanah disampaikan secara jelas dan resmi dalam forum audiensi di kantor Kanwil ATR/BPN NTB, yang dihadiri oleh sejumlah pejabat BPN seperti Ruri Irawan (Kabag TU), Harisandi (Kabid V), Denely H. (Kepala BPN Sumbawa), serta kuasa hukum dan aktivis pendukung.
Ia juga mengungkapkan bukti penting berupa rekaman video penuh dari awal hingga akhir hearing tersebut, yang menegaskan bahwa pernyataannya disampaikan secara resmi dan bukan merupakan fitnah atau pencemaran nama baik.
Menurut Abdul Hatab, pengakuan yang disampaikan oleh sopir Kepala BPN Lombok Tengah, Pak Dayat, menegaskan bahwa orang yang mencoret sertifikat adalah “Sahrul,” bukan Kepala BPN sebelumnya, Pak Subhan. Pernyataan ini disampaikan Pak Dayat secara langsung kepada Abdul Hatab dan juga dikomunikasikan ke pihak terkait seperti Sri Marjuni Gaeta.
Atas dasar itu, Abdul Hatab mengajukan laporan resmi ke Polda NTB dan Kejati NTB terkait dugaan suap mafia tanah di BPN Sumbawa, yang kini dalam proses penyelidikan.
Abdul Hatab mempertanyakan langkah aparat yang menaikkan laporan dugaan pencemaran nama baik ke tahap penyidikan. Menurutnya, pernyataan yang diberitakan media merupakan kutipan dalam forum resmi, bukan pernyataan sepihak atau kampanye fitnah. Ia mengkritik keras bagaimana aparat penegak hukum menangani kasus ini, dan mengajak publik untuk menyimpulkan sendiri ada apa di balik kasus tersebut.
“Apa benar saya harus lapor masalah tanah ke Dukcapil, Dinas PUPR, atau Dinas Pertanian? Ini ada apa dengan aparat penegak hukum kita?” tegas Abdul Hatab.
Beberapa LSM dan aktivis demokrasi menyatakan keprihatinan mendalam atas proses hukum yang dinilai mencederai hak bersuara dan melanggengkan praktik kriminalisasi aktivis. Mereka menyerukan agar aparat penegak hukum bertindak adil, transparan, dan profesional, serta menghormati prinsip demokrasi dan kebebasan berekspresi. (Fa)