Kutacane/Agara – Sebuah operasi senyap Polres Aceh Tenggara pada dini hari 3 April 2023 membongkar praktik keji pengoplosan 21 ton beras yang siap dipasok ke Perum Bulog Cabang Kutacane, Rabu (23/07/2025).
Aroma busuk dugaan kolusi dan pengkhianatan terhadap ketahanan pangan rakyat kini menyelimuti Bulog, ketika sejumlah pejabatnya ikut terseret dalam pusaran pemeriksaan.
Siapa dalang di balik manipulasi beras ini, dan seberapa dalam mafia pangan menancapkan cakarnya di lembaga negara?
Pukul 01.30 WIB, tim gabungan Satuan Intelkam dan Satreskrim Polres Aceh Tenggara menggerebek UD. Kamsia Jaya Tani di Desa Trutung Seperai, Kecamatan Bambel.
Di sana, pemandangan mencengangkan terhampar: sejumlah orang sibuk mencampur beras secara manual, dalam gelap, seolah menyembunyikan kejahatan mereka.
Sebuah truk Mitsubishi Fuso BL 8302 H, bermuatan 21 ton beras oplosan, sudah siap meluncur ke gudang Bulog.
Modus operandi mereka licik: mencampur beras serang super yang berkualitas dengan beras broken atau menir, sisa penggilingan berharga murah.
Tujuannya satu: meraup untung haram dengan memalsukan kualitas demi keuntungan pribadi, di atas penderitaan rakyat. Yang lebih mengerikan, sasarannya adalah Bulog, benteng terakhir ketahanan pangan nasional.
“Indikasi pencampuran itu tidak dilakukan untuk tujuan transparan, melainkan demi memperbesar margin keuntungan dengan memalsukan kualitas tanpa sepengetahuan konsumen maupun pembeli,” tegas pihak kepolisian.
Polisi langsung meringkus MMT, dalang utama pengoplosan ini, beserta truk, beras, dan alat bukti. Namun, penyelidikan tak berhenti di situ.
Satreskrim Polres Aceh Tenggara bergerak cepat, memeriksa sepuluh saksi, mayoritas dari internal Perum Bulog Cabang Kutacane.
Nama-nama besar yang kini diinvestigasi meliputi Fahmi Siregar (Pimpinan Cabang Bulog Kutacane), Fauzan (Kepala Gudang), Rudi Antoni S (petugas pemeriksa kualitas), Syifaush Shadri (kasir), dan Ahmad Rijal Jamil Hasibuan (Asisten Manajer Operasional Kancab Bulog Kutacane).
Pertanyaan besar menggantung: apakah mereka korban penipuan, atau justru ada unsur kelalaian, pembiaran, bahkan kolusi yang memungkinkan praktik kotor ini terjadi di jantung distribusi pangan negara?
Sampel beras telah dikirim ke UPT Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan di Medan untuk diuji.
Namun, kejutan muncul pada 4 Juli 2025, ketika seorang ahli dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian RI menyatakan bahwa secara teknis, pencampuran beras serang super dan menir tidak serta-merta melanggar hukum, asalkan aman dikonsumsi dan bebas bahan terlarang.
Tapi jangan salah, ahli ini juga menegaskan: “Keabsahan teknis ini tidak serta-merta membebaskan para pelaku dari jeratan hukum apabila ditemukan unsur penipuan konsumen, pemalsuan label, atau pelanggaran terhadap hak konsumen atas informasi dan kualitas produk.” Ini berarti, jerat hukum tetap mengintai jika ada indikasi penipuan!.
Kini, fokus penyelidikan beralih ke ranah perlindungan konsumen. Ahli dari Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) Kementerian Perdagangan RI akan dilibatkan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menjadi senjata utama. UU ini mewajibkan pelaku usaha memberikan informasi jujur tentang produk. Pelanggaran bisa berujung pidana penjara hingga lima tahun dan denda dua miliar rupiah.
Jika terbukti beras campuran itu dikemas, dijual, atau diserahkan ke Bulog tanpa informasi yang benar, kasus ini bisa meledak menjadi perkara besar yang melibatkan tanggung jawab korporasi dan personal secara luas.
Kasat Reskrim Polres Aceh Tenggara, AKP Heriyanto Arnar, menjamin penanganan kasus ini profesional dan transparan, tanpa pandang bulu. “Penyidikan dilakukan tanpa tebang pilih, serta terus berkoordinasi dengan instansi terkait,” tegasnya.
Arnar berjanji, proses hukum akan berdasarkan hasil laboratorium, pendapat ahli, dan fakta hukum. “Jika terbukti ada pelanggaran, siapa pun yang terlibat akan ditindak sesuai ketentuan yang berlaku.”
Di tengah ekonomi yang goyah dan ketergantungan masyarakat pada beras murah pemerintah, praktik curang ini adalah tamparan keras, pengkhianatan terhadap kepentingan publik.
Penegakan hukum yang tuntas akan menjadi ujian integritas bagi Bulog dan semua lembaga yang terlibat, sekaligus sinyal tegas: jangan coba-coba main api dengan perut rakyat!.
Apakah kasus ini akan membuka kotak Pandora praktik serupa di seluruh negeri dan memaksa reformasi total dalam sistem pengawasan pangan Indonesia?. []