Oleh: Junaidi Yusuf
Di tengah riuh rendah dinamika geopolitik dan tekanan proteksionisme global, Presiden Prabowo Subianto kembali menciptakan istilah yang menggugah: _*”Serakahnomics”*_. Dalam pidato peresmian Koperasi Merah Putih di Desa Bentangan, Klaten, 21 Juli 2025, Prabowo tidak hanya menandai keberpihakan terhadap petani, tetapi juga membangun narasi filosofis tentang ekonomi kebangsaan.
Serakahnomics bukan sekadar kritik terhadap pasar liar, tetapi alarm nasional atas rusaknya nilai dan moralitas dalam sistem ekonomi Indonesia modern.
Ekonomi Vampir:
Ketika Petani Menangis, Pedagang Tertawa*
Prabowo menggambarkan Serakahnomics sebagai praktik ekonomi kejam: membeli gabah dengan harga murah dari petani, namun menjual kembali dalam bentuk beras premium dengan harga tinggi. Manipulasi ini bukan hanya menciderai prinsip keadilan ekonomi, tetapi berpotensi menimbulkan kerugian hingga Rp 100 triliun per tahun, angka yang disebut Prabowo “cukup untuk membangun 100 ribu sekolah.” Dengan bahasa yang tajam dan retoris, ia menyebut pelaku-pelaku ini sebagai “vampir ekonomi” menghisap darah petani dan konsumen atas nama keuntungan pribadi.
Model seperti ini, tegas Prabowo, tidak sesuai dengan mazhab ekonomi manapun. Bahkan dalam liberalisme klasik pun, pasar tidak boleh didominasi oleh kartel dan spekulan predator. Dalam sosialisme, eksploitasi semacam ini dianggap kejahatan struktural. Maka Serakahnomics adalah wajah ekonomi tanpa hati nurani tanpa Tuhan, tanpa bangsa, tanpa kemanusiaan.
Pasal 33 dan Perlawanan Konstitusional
Presiden Prabowo menyandarkan perlawanannya pada Pasal 33 UUD 1945, terutama ayat (1) dan (2) yang menyatakan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan” dan “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Serakahnomics adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanat konstitusi ini.
Dalam konteks ini, Prabowo mengajak rakyat untuk kembali pada nilai-nilai dasar UUD 1945, yang bukan hanya teks hukum, tapi juga ideologi ekonomi berbasis keadilan sosial. Negara harus hadir bukan hanya sebagai regulator, tapi juga sebagai pengayom. Hukum tidak boleh tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Maka, pemberantasan praktik Serakahnomics bukan sekadar tugas pasar atau masyarakat sipil, tetapi tanggung jawab negara sebagai pelindung ekonomi rakyat.
Koperasi Merah Putih: Pilar Revolusi Ekonomi Rakyat
Di sinilah Koperasi Merah Putih mengambil peran sentral. Dengan target membangun 80.000 unit koperasi di desa-desa seluruh Indonesia, Prabowo ingin menciptakan kembali ekosistem ekonomi rakyat yang tangguh, berdikari, dan bermartabat. Koperasi bukan hanya lembaga simpan pinjam, tetapi instrumen strategis untuk mendistribusikan kekuatan ekonomi kepada rakyat petani, nelayan, ibu rumah tangga, pedagang kecil.
Konsep koperasi bukanlah hal baru, tapi selama ini ia ditinggalkan oleh negara dan direduksi menjadi proyek-proyek basa-basi birokrasi. Di tangan Prabowo, koperasi diberi nyawa baru: menjadi senjata rakyat untuk melawan sistem ekonomi yang dikuasai segelintir elit rakus.
Koperasi Merah Putih adalah alat strategis dalam menyusun ulang struktur produksi dan distribusi agar tak lagi dikendalikan oleh rentenir pangan dan konglomerat pasar. Ini adalah revolusi sunyi yang dimulai dari desa, bukan dari gedung-gedung pencakar langit ibukota.
Tantangan dan Masa Depan
Namun, perjuangan ini tak mudah. Model Serakahnomics telah tertanam dalam struktur pasar sejak era liberalisasi ekonomi pasca-Orde Baru. Konglomerasi pangan, rantai pasok yang panjang dan tidak efisien, serta kartel distribusi adalah tantangan nyata yang membutuhkan reformasi struktural.
Presiden Prabowo harus bersikap konsisten: berani mencabut izin korporasi nakal, memperkuat pengawasan Bulog dan Bapanas, serta melibatkan TNI dan Polri dalam stabilisasi harga sebagaimana pernah dilakukan dalam krisis moneter 1998.
Lebih dari itu, pendidikan ekonomi kerakyatan perlu ditanamkan sejak dini, agar masyarakat tak lagi tergoda oleh janji-janji manipulatif korporasi besar. Literasi pangan, koperasi digital, dan sistem logistik desa harus menjadi bagian dari cetak biru pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045.
Dari Desa, Bangkitlah Martabat Ekonomi Bangsa
Serakahnomics adalah cermin retak wajah ekonomi Indonesia refleksi dari kerakusan yang dibalut jargon efisiensi dan pertumbuhan. Prabowo memberi nama untuk luka ini, dan kini rakyat diberi alat untuk melawannya: koperasi, hukum, dan keberanian moral.
Ekonomi Indonesia ke depan bukan sekadar tentang pertumbuhan angka, tapi tentang siapa yang menikmati hasilnya. Apakah segelintir vampir ekonomi, ataukah 280 juta rakyat yang selama ini diam dan diperas?
Dari desa provinsi ujung barat ACEH dan PAPUA juga seperti Bentangan, Klaten revolusi ekonomi itu dimulai. Revolusi senyap, tanpa senjata, hanya dengan semangat, kejujuran, dan keberanian. Maka bangkitlah koperasi, bangkitlah rakyat, dan bersatulah Indonesia melawan Serakahnomics.
Hanya dengan membasmi keserakahan, Indonesia bisa menjadi bangsa besar yang bermartabat.
Hanya dengan kembali ke Pasal 33, kita dapat memastikan bahwa ekonomi bukan hanya untuk mereka yang kuat, tetapi untuk semua.
Bersama Prabowo, saatnya ekonomi bukan lagi tentang siapa yang paling untung, tapi siapa yang paling adil.
> “Serakahnomics harus kita kubur dalam-dalam. Yang hidup, hanya ekonomi rakyat!”