BATAM — Bau tanah basah dan debu yang mengepul di sepanjang Jalan Brigjen Katamso, Tanjung Uncang, Batam, seolah menjadi penanda bisu atas praktik pengerukan bukit yang kian liar.
Aktivitas pertambangan yang kuat dugaan ilegal ini tak hanya menampakkan tiga unit alat berat yang terus merenggut isi perut bumi, namun juga menyeret nama seorang oknum aparat kepolisian berinisial TB sebagai terduga pemegang kendali operasi.
Keterlibatan aparat penegak hukum dalam lingkaran kegiatan terlarang ini memunculkan pertanyaan kritis tentang integritas penegakan hukum di Batam.
TB disebut-sebut tak hanya “memayungi” pengerukan bukit tanah bebatuan di Tanjung Uncang, tetapi juga memiliki peran vital dalam bisnis cut and fill di belakang Rumah Tahanan (Rutan) Batam, Sagulung.
Saksi di Lapangan: Peran Aktif Sang Oknum
Di lokasi pengerukan, gerak cepat lori roda 6 yang hilir mudik mengangkut material hasil tambang menjadi pemandangan harian yang tak terhindarkan. Kegiatan yang sempat terhenti ini, kini kembali berdenyut, seolah mendapat jaminan kekebalan.
PG, seorang yang mengaku pengawas alat berat di lapangan, secara gamblang menyebutkan perubahan kendali operasi. “Baru jalan, Bang. Sekarang sudah si TB, seorang oknum kepolisian, di sini yang megang aktivitas di belakang rutan,” ujar PG pada Jumat (7/10).
Pengakuan ini adalah titik terang pertama yang mengarah pada dugaan adanya ‘beking’ seragam cokelat di balik keuntungan jutaan rupiah dari setiap lori tanah bebatuan yang terjual.
Pelanggaran Berulang dan Senyapnya Penindakan
Aktivitas pengerukan tanah bebatuan ini, menurut informasi, bukanlah kisah baru, tetapi sebuah pelanggaran berulang yang kembali beroperasi tanpa hambatan.
Fakta di lapangan menunjukkan, operasi ini berjalan mulus tanpa mengantongi izin esensial seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL-UKL), apalagi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diwajibkan oleh undang-undang.
Kondisi ini menciptakan ironi yang menusuk: aparat penegak hukum yang seharusnya bertindak tegas terhadap pelanggaran Pasal 158 Undang-Undang Minerba — yang mengancam pelaku tambang tanpa izin dengan pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga seratus miliar rupiah — justru diduga menjadi fasilitator utama.
Keberadaan oknum ini dituding sebagai tameng yang membuat kegiatan ilegal ini bebas beroperasi.
Seruan Mendesak: Ujian Transparansi bagi Aparat
Mencuatnya isu ini memicu kegelisahan masyarakat yang menuntut keadilan dan transparansi. Mereka berharap, institusi berwenang tidak berdiam diri. Publik Batam meminta klarifikasi resmi dan tindakan nyata dari aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan keterlibatan oknum kepolisian berinisial TB.
Penegasan dari warga jelas: siapa pun yang terlibat dalam praktik ilegal demi keuntungan pribadi, termasuk oknum berjaket hukum, harus diproses sesuai ketentuan yang berlaku.
Kasus ini menjadi ujian integritas bagi penegak hukum, apakah mereka akan memilih untuk melindungi kepentingan oknum atau kepentingan publik yang dirugikan oleh kerusakan lingkungan dan kerugian negara.
Penyelidikan mendalam akan segera dilakukan.
Awak media menyatakan akan segera berkoordinasi dengan Dirkrimsus Polda Kepri, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Batam, serta DPRD Komisi III yang diketahui pernah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi tambang batu cadas di Tanjung Uncang beberapa bulan silam.
Diharapkan, koordinasi ini dapat membuka tirai kasus ini selebar-lebarnya dan mengakhiri bisnis gelap yang merusak lingkungan dan mencoreng citra penegak hukum. [ALBAB]