SUBULUSSALAM – Badan Permusyawaratan Kampong (BPK) Desa Bukit Alim, Kecamatan Longkib, Kota Subulussalam, memberikan tanggapan resmi terkait pernyataan Kepala Kampong Bukit Alim, Jamsari, yang dimuat dalam salah satu media online. Pernyataan tersebut menyusul adanya laporan masyarakat dan BPK ke Dinas Inspektorat pada Jumat (9/5/2025) dan Sabtu (10/5/2025) lalu.
Dalam keterangannya, Ketau BPK Bukit Alim menegaskan bahwa laporan yang diajukan ke Inspektorat merupakan langkah yang sah dan sesuai ketentuan perundang-undangan. Hal ini merupakan bagian dari tugas dan fungsi BPK sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 110 Tahun 2016, yaitu menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap kinerja Kepala Kampong.
“Jika Kepala Kampong menyatakan bahwa kami tidak memikirkan masyarakat dan menanamkan politik tidak sehat, itu adalah hak beliau. Namun perlu kami tegaskan, bahwa kami bertindak berdasarkan aspirasi masyarakat dan kewenangan kami. Kami menilai banyak mekanisme pengelolaan dana desa yang tidak dijalankan sebagaimana mestinya,” ujar salah satu anggota BPK.
BPK juga menyoroti ketidakterlibatan perangkat kampong dalam proses perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan kegiatan. Menurut mereka, berbagai keputusan diambil sepihak oleh Kepala Kampong tanpa melalui musyawarah yang melibatkan seluruh elemen kampong.
“Kita tanya kaur pembangunan tidak tahu, bendahara juga tidak tahu. Ini menunjukkan perangkat kampong tidak dioptimalkan. Jika kepala kampong bekerja secara transparan dan demokratis, tentu masyarakat akan mendukung,” lanjutnya.
BPK turut menyinggung kasus pembangunan kolam wisata senilai Rp197 juta yang menurut mereka tidak jelas status hibah tanahnya dan tidak pernah dimusyawarahkan penggunaan dananya. Bahkan, setelah dilakukan pemeriksaan oleh Inspektorat, pekerjaan tersebut dinyatakan bermasalah dan dana harus dikembalikan ke rekening desa. Namun hingga kini, BPK mengaku belum menerima penjelasan lebih lanjut dari kepala kampong.
Ketidakjelasan juga terjadi dalam pembangunan drainase yang diklaim dibiayai dengan dana pribadi oleh Kepala Kampong, sementara Sekretaris Desa menyebut menggunakan dana desa. Selain itu, hingga saat ini, Laporan Keterangan Penyelenggaraan Pemerintahan Kampong (LKPPK) sebagaimana diatur dalam Permendagri No. 46 Tahun 2016 belum juga diserahkan kepada BPK.
“Bagaimana mungkin RKP dan APBDes bisa disahkan tanpa pembahasan dan persetujuan BPK? Tapi faktanya, dana sudah terealisasi. Kami merasa heran,” tambahnya.
Atas berbagai kejanggalan tersebut, BPK Bukit Alim berharap agar Walikota Subulussalam melalui Inspektorat dapat segera turun langsung ke lapangan dan melakukan audit khusus terhadap Pemerintah Kampong Bukit Alim. Hal ini penting agar semangat dan tujuan dari Undang-Undang Desa benar-benar terwujud demi kesejahteraan masyarakat kampong. [ER.K]