Sumbawa Besar, oposisinews86.com, (10 September 2025),– Presidium Integritas Transparansi Kebijakan (ITK) Sumbawa, Abdul Haji, S.Ap, menyoroti proses hukum yang menimpa Abdul Hatab, Ketua Umum Front Pemuda Peduli Keadilan Pulau Sumbawa (FPPK-PS). Ia menilai kasus dugaan pencemaran nama baik yang kini naik ke tahap penyidikan di Polresta Mataram mencerminkan lemahnya perlindungan terhadap aktivis dalam memperjuangkan kepentingan publik.
“Ini bukan sekadar perkara individu, tapi menyangkut wajah hukum dan pelayanan publik kita. Kritik dalam forum resmi semestinya dihormati, bukan dijadikan dasar laporan pidana,” ujar Abdul Haji, Rabu (10/9/2025).
Kasus Abdul Hatab berawal dari audiensi di Kanwil ATR/BPN NTB pada Desember 2024. Dalam forum itu, ia menyampaikan dugaan adanya praktik mafia tanah di BPN Sumbawa. Pernyataan tersebut kemudian dikutip media dan berujung laporan balik oleh pejabat BPN bernama Sahrul.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hingga kini, Polresta Mataram telah menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP). Meski begitu, laporan Abdul Hatab mengenai dugaan suap dan mafia tanah di BPN Sumbawa yang diajukan ke Kejati NTB dan Satgas Anti Mafia Tanah justru belum menunjukkan perkembangan berarti.
“Ini yang membuat publik bertanya-tanya. Laporan aktivis soal mafia tanah jalan di tempat, sementara laporan balik pejabat langsung diproses cepat. Di mana keadilan kita?” tegas Abdul Haji.
Menurut Abdul Haji, pejabat publik dan aparat penegak hukum wajib menjunjung asas pelayanan publik: kepastian hukum, akuntabilitas, proporsionalitas, serta perlindungan terhadap hak warga negara.
“Kita jangan lupa, pelayanan publik itu hak rakyat. Aktivis yang menyuarakan dugaan penyimpangan seharusnya dilindungi, bukan ditakut-takuti dengan pasal pidana. Kalau pola ini dibiarkan, publik bisa kehilangan kepercayaan pada negara,” tambahnya.
Abdul Haji mendesak aparat penegak hukum, baik Polresta Mataram maupun Kejati NTB, untuk menyeimbangkan penanganan perkara.
“Kalau negara serius memberantas mafia tanah, maka fokus harus ke substansi laporan: apakah benar ada praktik suap dan manipulasi administrasi pertanahan. Bukan justru mengkriminalisasi pelapor,” tutupnya. (Red)